Pemilu 2019 Banyak Telan Korban Jiwa, Mahfud MD Usul Ada Perubahan, Jelaskan Tafsir Putusan MK

Admin
Senin, 22 April 2019 - 10:52
kali dibaca
Prof Mohammad Mahfud MD. Foto: Istimewa
Mediaapakabar.com - Prof Mohammad Mahfud MD setuju Pemilu serentak dievaluasiatau dikaji ulang lagi.

Pakar hukum tata negara Mahfud MD mengatakan, Pemilu serentak adalah hasil keputusan MPR yang mengandemen Undang-Undang Dasar atau UUD 1945.
MPR membuat amandemen yang menyebutkan bahwa Pemilu digelar serentak dengan 5 kotak.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu serentak berdasarkan kesaksian mantan anggota Panitia Ad Hoc (PAH) MPR.
"Berdasar dokumen dan kesaksian ex anggota2 PAH MPR itu MK mengabulkan," ujar Mahfud MD melalui akun twitternya, Sabtu (20/4/2019) pagi ini.
Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 Mahfud MD menjawab pertanyaan netizen (warganet) yang me-mention pesan ke Mahfud MD agar Pemilu serentak ditinjau ulang karena banyak korban jiwa.
@sigit_priatmoko Retweeted Kompas.com: mohon maaf @mohmahfudmd apa tidak sebaiknya pemilu serentak ini dikaji ulang? Melihat banyaknya korban berjatuhan.
Sigit membagikan berita Kompas.com yang kmenginformasikan 12 petugas KPPS di Jawa Barat meninggal dunia
Menjawab pertanyaan  tersebut, Mahfud MD langsung menyatakan setuju.
"Setuju. Itu dulu kan keputusan MPR saat mebuat amandemen bhw pemilu dilakukan serentak dgn 5 kotak," kata Mahfud MD.
Mahfud MD keputusan MK yang menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara serentak bisa ditafsirkan berbeda dari pelaksanaan Pemilu 2019 ini.
Pada Pemilu 2019 ini, Pemilihan Presiden/Wakil Presiden atau Pilpres 2019 dilaksanaan bersamaan dengan Pemilihan Legislatif atau Pileg 2019.
Waktu atau hari pencoblosan Pemilu 2019 adalah sama atau serentak yakni Rabu (17/4/2019).
Mahfud MD menjelaskan tafsir putusan MK soal Pemilu serentak yang tidak harus dilaksanakan pada jam dan hari yang sama. 
"Sebenarnya istilah Serentak bisa ditafsir tak harus harinya sama, bisa saja dipisah. Kita bisa bahas lagi, termasuk threshold," ujar Mahfud MD melalui akun twitternya.
Simak kicauan lengkap Mahfud MD berikut ini.
@mohmahfudmd Retweeted Sigit Priatmoko: Setuju. Itu dulu kan keputusan MPR saat mebuat amandemen bhw pemilu dilakukan serentak dgn 5 kotak.
Berdasar dokumen dan kesaksian ex anggota2 PAH MPR itu MK mengabulkan.
Sebenarnya istilah Serentak bs ditafsir tak hrs harinya sama, bs sj dipisah. Kita bs baha lg, trmsk threshold.
Mahfud MD juga menanggapi usulan netizen agar sistem Pemilu di Indonesia diubah karena biaya mahal dan banyak korban.
@ayub_elgenaro Replying to @mohmahfudmd: Saat nya sistem pemilu spt ini dirubah biaya mahal dan korban sdh banya berjatuhan
@mohmahfudmd Retweeted ayub muchson: Setiap menjelang pemilu UU Pemilu selalu diubah. Tp tetap sj selalu ada yg menyalahkan.
Sama dgn UUD, sdh ber-kali diubah tp selalu ada yg menyalahkan. Itulah konsekuensi dari demokrasi. Yg penting kita konsisten menegakkan hukum yg msh berlaku agar negara selamat.
Latar Belakang Pemilu Serentak
Sejarah atau asal usul Pemilu serentak terjadi setelah MK membuat sebuah keputusan pada tahun 2014 lalu.
MK mengabulkan permohonan Effendi Gazali dan kawan-kawan terkait Pemilu yang dilakukan serentak, baik Pileg dan Pilpres.
Pemilu serentak kemudian dilaksanakan mulai tahun 2019 ini.
Dalam pandangan MK saat itu, ada beberapa pasal UU Pilpres yang dinyatakan inkonstitusional.
Ketua MK Hamdan Zoelva saat itu membacakan putusan Pemilu serentak pada Kamis (23/1/2014).
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk pasal 3 ayat 5, pasal 12 ayat 1, pasal 14 ayat 2, pasal 112 UU No 42 tahun 2008 tentang Pilpres," ujar Hamdan Zoelva membacakan putusan MK seperti diberitakan detik dan sejumlah media saat itu.
Alasan MK putuskan Pemilu serentak bisa dilihat dalam laman mahkamah konstitusi seperti diberitakan Kompas.com.
Risalah putusan MK soal Pemilu serentak dipublikasi di situs MK, www.mahkamahkonstitusi.go.id,
Mahkamah mempertimbangkan tahapan penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2014 telah dan sedang berjalan serta mendekati waktu pelaksanaan.
Peraturan perundang-undangan, tata cara pelaksanaan pemilihan umum, dan persiapan teknis juga telah diimplementasikan.
Jika pemilu serentak ditetapkan tahun ini, menurut Mahkamah, tahapan pemilihan umum tahun 2014 yang saat ini telah dan sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum.
"Hal demikian dapat menyebabkan pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2014 mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945," demikian salah satu butir pertimbangan yang dikutip dari risalah putusan.
Selain itu, Mahkamah mempertimbangkan, jangka waktu yang tersisa tidak memungkinkan atau tidak cukup memadai untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik dan komprehensif jika pemilu serentak digelar pada Pemilu 2014.
Akan tetapi, meski menjatuhkan putusan mengenai Pasal 3 Ayat (5), Pasal 12 Ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 UU 42/2008, menurut Mahkamah, penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu Legislatif tahun 2009 dan 2014 yang diselenggarakan secara tidak serentak dengan segala akibat hukumnya harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini