Dinilai Merugikan, Tiga Aturan Baru BPJS Minta Dicabut

Media Apakabar.com
Kamis, 09 Agustus 2018 - 15:40
kali dibaca
foto:apakabar/Ist
Mediaapakabar.com--Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKB, meminta pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar mencabut tiga aturan baru yang dikeluarkan Direktur BPJS Kesehatan tersebut.    

" Karena telah merugikan dan meresahkan masyarakat yang membutukan layanan kesehatan. Tak hanya itu, aturan baru direksi BPJS ini juga dinilai bertentangan dengan aturan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diprogramkan pemerintah," ungkap Dita Indah Sari, yang juga Staf Khusus di Kemenakertrans pada mediaapakabar.com saat di Medan, Kamis (09/08/2018).    

Ia mengatakan, ketiga aturan BPJS yang meresahkan masyarakat dimaksud, yakni Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdijampel) Kesehatan Nomor 2, 3 dan 5 tahun 2018. Yang membatasi dan mengurangi mutu layanan untuk Penjaminan Pelayanan Katarak, Pelayanan Persalinan Bayi Baru Lahir Sehat dan Pelayanan Rehabilitasi Medik.    

" Melihat polemik dan keresahan masyarakat pengguna layanan BPJS kesehatan yang kebanyakan  merupakan pekerja, sebaiknya BPJS Kesehatan segera mencabut ketiga aturan baru yang dibuat direksi itu dan kembali ke aturan lama. Agar layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta tetap optimal sesuai dengan semangat pemerintah yang ingin menjamin pelayanan kesehatan masyarakat,"  sebutnya.   

Dita yang juga merupakan aktivis sosial ini menyebut, alasan kenapa aturan baru direksi BPJS Kesehatan itu harus dicabut. Pertama, direksi BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tidaklah memiliki wewenang untuk menetapkan manfaat JKN yang dapat dijamin, karena manfaat JKN telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang diterapkan oleh Presiden.    

Kedua, penyusunan dan penetapan ketiga peraturan direktur ini, tidak didahului dengan kajian yang dikonsultasi dengan para pemangku kepentingan lain. Dan ketiga, aturan direksi ini dikeluarkan tidak mengikuti tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya UU Nomor 12 Tahun 2011.    

"Sangat wajar kalau masyarakat resah, karena sejak diterapkannya ketiga aturan baru yang dikeluarkan direksi BPJS Kesehatan ini per-25 Juli 2018 lalu, mutu layanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan kepada peserta jadi berkurang, sehingga dapat mengancam keselamatan pasien yang membutuhkan layanan di ketiga layanan kesehatan ini," ujar Dita.    

Ditegaskan Dita, jangan karena BPJS mengaku mereka mengalami defisit pembiayaan untuk JKN, kesehatan dan keselamatan masyarakat dikorbankan. 

"Kalau mengaku defisit, perlu terlebih dahulu diaudit kenapa bisa defisit. Dan solusinya perlu dicari bersama antara pemerintah, lembaga legislatif, penyelenggara dan pemangku kepentingan, bukan mengambil keputusan sendiri dengan mengurangi mutu pelayanan," tukas Dita.   

Untuk diketahui masyarakat, dengan keluarnya tiga aturan direksi BPJS Kesehatan itu, bila sebelumnya BPJS Kesehatan menjamin semua operasi pasien katarak, kini operasi dibatasi hanya kepada pasien yang memiliki virus dibawah 6/18. 

Bila belum mencapai angka itu, pasien tidak akan mendapat jaminan operasi dari BPJS Kesehatan. Dan jika pasien tetap ingin dioperasi atau telah dijadwalkan untuk operasi pasca aturan ini diberlakukan, sementara virus kataraknya masih di atas angka 6/18, maka seluruh biaya operasi berikut biaya perawatan dan chek up harus ditanggulangi pasien sendiri, karena BPJS kesehatan tak lagi menanggungnya.    

Sedang pada jaminan rehabilitasi medik, termasuk fisioterapi, yang sebelumnya tidak dibatasi, kini terapi pasien yang ditanggung oleh BPJS hanya 2 kali dalam seminggu.    

Kemudian untuk kasus bayi baru lahir, bagi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya. Sedangkan bagi bayi yang butuh penanganan khusus, akan dijamin penanganan perawatan jika sebelum lahir telah didaftarkan terlebih dahulu. 

Hal ini yang menjadi persoalan, karena tidak semua bayi yang dideteksi lahir sehat ada jaminan bayi akan tetap sehat. Demikian juga, tidak semua bayi yang lahir sakit atau memiliki kebutuhan khusus, dapat terdeteksi selagi masih di dalam kandungan. (cder/red)
Share:
Komentar

Berita Terkini