Ternyata....Kemajuan Tehnologi Menjadikan Anak Lebih Berdampak Negatif

Media Apakabar.com
Kamis, 20 Desember 2018 - 13:42
kali dibaca
foto:int
Mediaapakabar.com-Di era modern ini kemajuan teknologi semakin berkembang pesat dan membawa perubahan bagi kehidupan.Tetapi apakah dengan kemajuan teknologi akan memberi dampak positif ?.

Ternyata dampaknya tidak selalu positif, ada juga negatif, yaitu Pornografi dikalangan anak-anak Indonesia semakin memprihatinkan dan merajalela.

Seperti anak-anak menjadi mudah mengakses materi pornografi dari internet, berupa e-book, video dan gambar di internet, serta video game.

Hal tersebut memicu anak untuk mencontoh apa yang dilihat  dan menjadi salah satu faktor kekerasan seksual terhadap anak.

Adalah Anggie Anggraini Crismonica,Mahasiswi STIKOM London School of Public Relations yang menyampaikan tulisannya pada Mediaapakabar.com, Rabu (19/12/2018).

Dalam tulisannya dipaparkan soal kasus kekerasan terhadap anak berumur 16 tahun yang masih dibawah umur melakukan tindak kekerasan seksual terhadap 8 anak lainnya yang juga masih dibawah umur dalam kurun waktu 2 tahun.

Tulisan yang disadur dari berbagai sumber tersebut, kasus yang melibatkan anak berinisial RSK berumur 16 tahun yang melakukan tindakan kekerasan seksual selama 2 tahun lamanya, korban nya sendiri adalah 8 anak yang masih dibawah umur di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Pelaku mengaku melakukan hal tersebut sejak 2016 dan terungkap pada Desember 2017. Pelaku pencabulan tersebut juga masih di bawah umur, inisialnya RSK (16), yang merupakan seorang karyawan swasta, yang tinggal di Desa Singasari, Kecamtan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya.

Setelah melakukan aksi bejatnya, pelaku mengancam akan memukul korban jika menceritakan kejadian itu kepada orang lain. Orang tua dari seorang korban menaruh curiga kepada anaknya yang sering mengeluh sakit di bagian dubur.

Setelah melakukan pemeriksaan, polisi menerangkan, ada lima anak yang duburnya terlihat lebam, lecet dan tampak merah. Hal itu berdasarkan alat bukti keterangan saksi korban sebanyak 8 anak dan ibu korban serta surat keterangan visum yang dikeluarkan RS SMC Singaparna. Pelaku yang berinisial RSK ditetapkan sebagai tersangka pelaku pencabulan.

Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengungkapkan dari 4.500 remaja di 12 kota di Indonesia, 97% pernah melihat pornografi. Begitu juga dikalangan siswa. Dari 2.818 siswa, 60% pernah melihat pornografi.

Dalam Interpol Assembly pada 2016 di Bali,  Jusuf Kalla menyebut ini kejahatan luar biasa, data 2016 hasil kerja sama dengan Katapedia (software monitoring Indonesia), selama dua bulan terdapat 63.066 anak yang terpapar pornografi.

Asisten Deputi Perllindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Valentina Ginting dalam diskusi 'Kejahatan Seksual Anak Melalui Media Online' di Jakarta, menyebut anak yang terpapar pornografi sama bahaya dengan pecandu narkoba, namun melalui indra penglihatan atau biasa disebut Narkolema (Narkoba Lewat Mata).

Hasil penelitian pihaknya bekerja sama dengan Yayasan Buah Hati pada 2018, paparan pornografi nyatanya dapat memengaruhi perkembangan otak anak secara signifikan.
Jika anak 20-30 kali melihat konten pornografi, berarti anak itu sudah mengalami adiksi atau kecanduan pornografi.

Data Survey yang dilakukan oleh penulis melalui kuisioner, bahwa  98,5% anak Indonesia dari 68 responden pernah mengakses dan melihat materi pornografi, sedangkan sisanya 0,5% mengaku tidak pernah.

Dari data ini bisa diketahui bahwa banyaknya anak-anak yang sudah mengakses dan melihat materi pornografi.

Dari 98,5% anak yang tersebut, mereka pertama kali mengetahui dan mengakses dari berbagai usia. 15,2% anak mengaku melihat pertama kali materi pornografi pada usia dibawah 10 tahun, 19,7% pada saat 11-13 tahun dan 65,2% pada usia 14-16 tahun.

Data 98,5% responden menjawab bahwa mereka mengetahui materi pornografi dari beberapa sumber. Namun responden menjawab sumber terbanyak adalah dari internet yaitu 43,8%. Selain itu mereka juga mengetahui pornografi ini dari Teman, VCD/DVD, buku, film, TV saudara dan  asisten rumah tangga mereka sendiri.

Data tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi para orang tua agar lebih bijak dan berhati-hati dalam menjaga sang buah hati agar tidak terpapar dan kecanduan dengan pornografi. Dalam menjaga sang buah hati perlu campur tangan dari semua pihak bukan hanya orang tua saja.

Pemerintah pun sudah bekerja lebih dengan memblokir situs-situs yang berisi materi pornografi, Tapi apakah semua upaya tersebut sudah cukup?

Begitu pula dengan survey yang dilakukan penulis 79,4% merasa bahwa dengan hanya berpangku tangan pada kebijakan pemerintah tentang pemblokiran situs materi pornografi, alasannya karena para anak masih menjangkau dan melihat materi pornografi dari internet dengan memanipulasi alamat IP dan juga setelah diteliti di beberapa sosial media, sangat mudah untuk menemukan materi pornografi hanya dengan melalui hashtag.

Dan anak- anak saat ini sudah banyak sekali yang memiliki sosial media.Seperti pada Pasal 59 UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebut,Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropik, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan fisik atau mental, anak yang menyandang cacat dan anal korban perlakuan salah dan penelantaran.

Adapun dampak yang perlu diketahui para orang tua bagi anak yang menonton materi pornografi, yaitu:

Merusak otak dan psikis anak Menurut Donald Hilton selaku ahli bedah otak Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa pornografi sesungguhnya merupakan sebuah penyakit, karena mengubah struktur dan fungsi otak, atau dengan kata lain merusak jaringan otak.

Donald menambahkan bahwa bagian yang akan terkena dampak adalah prefrontal cortex (PFC) yakni jaringan yang dapat menyebabkan anak tidak bisa membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, atau mengambil keputusan yang benar.

Selain itu otak juga tidak bisa berperan eksekutif sebagai pengendali impuls-impuls. Bagian inilah yang membedakan manusia dengan binatang.

Kepala Subbidang Pemeliharaan dan Peningkatan Kemampuan Intelegensia Anak Kementerian Kesehatan yang juga meneliti tentang itu, Gunawan Bambang, mencatat, ada dua sistem dalam otak manusia yakni responder (pada sistim limbik) dan director.

Sistem director terkait dengan kemampuan berpikir rasional. PFC, antara lain, bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menentukan prioritas, menimbang resiko, kemampuan penilaian dan analisis.

Namun, PFC belum sepenuhnya berkembang pada masa remaja. Bagian itu baru sepenuhnya berkembang saat seseorang mencapai usia 24-25 tahun.

Sementara sistem limbik yang berada di sekeliling regio basal serebrum bertanggung jawab, antara lain, mengatur perilaku, hasrat, emosi, memori, motivasi, dan homeostasis.

Saat seorang anak menyaksikan materi pornografi, sistem responder lebih banyak berperan dan jauh lebih besar peluang berkembangnya.

Hal itu karena pornografi lebih ke arah kesenangan, sedangkan otak depan masih kurang berkembang.

Dalam pembuatan keputusan pada otak anak terkait pornografi bisa diibaratkan pertarungan antara sistem responder dan direktori yang belum berkembang.Membangkitkan Jiwa Psikopat pada diri anak Menurut beberapa riset dari dokter dan para pakar psikolog, seseorang yang sering menonton film dewasa memiliki efek yang sama dengan narkotika.

Yakni bisa membuat pengguna atau orang tersebut menjadi kecanduan dan rasanya berat sekali untuk menghilangkannya bahkan orang tersebut bisa menjadi seorang psikopat.

Psikopat sebenarnya bukan orang yang brutal, nakal, ataupun kasar. Kebanyakan psikopat adalah orang yang kecanduan pornografi.

Berdasarkan wawancara pula, pelaku yang kecanduan dengan materi pornografi, pertama kali mengetahui pada saat ber-usia 5 tahun dari stasiun Televisi dan menjadi kecanduan sampai berumur 19 tahun.

Pelaku merasakan selama kecanduan dirinya menjadi kurang fokus, emosi terganggu, tidak bisa mengontrol emosi, menjadi apatis, tidak bisa mengambil keputusan secara benar dan bijak, tingkat kreatifitas menurun dan merasa bahwa hal tersebut mempengaruhi pertumbuhan jerawat yang menjadi timbul sangat banyak dan berangsur membersih pada saat pelaku lepas dari kecanduan tersebut.

Menurut Galuh Aditya Ningtyas Hal tersebut bisa dicegah dan ditangani dengan Membatasi pemakaian internet dan gadget kepada anak dengan mengaktifkan parenting mode.

Dengan membatasi pemakaian anak terhadap gadget dan internet, akan membuat anak tidak lama-lama didepan gadget dan menjadi minim mengetahui hal-hal tersebut.

-Memberi tahu atau meng edukasi anak tentang pendidikan seks sejak dini.
 Perlunya pendidikan seks sejak dini untuk anak, karena di Indonesia ini pun seks masih dianggap sangat tabu, sehingga banyak orang tua maupun guru yang tidak meberikan pendidikan tersebut kepada anak-anaknya. Perlu karena anak menjadi ter edukasi.

-Memberi kan penyuluhan untuk orang tua maupun untuk anak.
Penyuluhan untuk orang tua itu penting karena agar orang tua bisa dengan baik menyampaikan hal-hal buruk yang akan terjadi kepada anaknya, jika mengetahui materi pornografi tersebut, dan juga membuat orang tua mengetahui bahanya serta menjadi lebih menjaga si buah hati.

-Membekali anak dengan pembekalan agama
Perlunya membekali anak dengan pembekalan agama, dengan mengikutkan anak dalam kegiatan kerohanian sehingga mendapatkan informasi dan mengetahui baik buruk dalam suatu hal. Karena setiap agama pun pasti melarang hal negatif yaitu seperti tontonan yang dapat merusak otak dan perkembangan anak.

-Terapi Psikolog
Jika memang hal tersebut sudah sangat adiktif bagi sang anak, ada baiknya orang tua
melakukan terapi pada psikolog.
 (Anggie Anggraini Crismonica, Mahasiswi STIKOM London School of Public Relations) 
Share:
Komentar

Berita Terkini