Meski Kliennya Divonis Percobaan, PH Hadjral Mohon Oknum JPU KDRT Diproses

REDAKSI
Jumat, 19 November 2021 - 22:17
kali dibaca

Ket Foto : Terdakwa Hadjral Aswad Bauty (kiri) saat mendengarkan putusan dari majelis hakim diketuai Abdul Kadir di Pengadilan Negeri Medan.


Mediaapakabar.comMeski kliennya, Hadjral Aswad Bauty divonis pidana 2 bulan penjara dengan masa percobaan 4 bulan, namun Novriyo Laima T Bauty selaku penasehat hukum (PH) terdakwa tetap mendesak agar oknum JPU dari Kejari Medan segera diproses.

Menurutnya, oknum penuntut umum berinisial FN yang menangani perkara Pemberantasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PDKRT) tersebut  diduga kuat tidak profesional. Sebab dakwaan berbeda dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik kepolisian.


Hal itu diungkapkannya usai persidangan, Jumat petang (19/11/2021) di PN Medan. 


Menurutnya dakwaan penuntut umum jelas cacat hukum karena tidak berdasarkan BAP. 


Ket Foto : Surat tanda terima pengaduan Novriyo Laima T Bauty selaku PH terdakwa ke Jamwas Kejagung RI.

"Di BAP disebutkan tersangka memukulnya (Cindy Laurenchia Kaluku) di lengan kiri dan menumbuk tangan sebelah kiri. Namun setahu bagaimana dalam dakwaan JPU menyelundupkan kalimat memukul di tangan sebelah kiri dan menumbuk tangan kanan saksi korban," tegasnya. 


Dalam kesempatan tersebut pria akrab disapa Bang Riyo itu menunjukkan surat pengaduannya ke Jaksa Agung Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung (Jamwas Kejagung) RI, tertanggal 5 November 2021 lalu.


Sementara itu majelis hakim diketuai Abdul Kadir di Cakra 7 PN Medan dalam amar putusannya menyatakan, dakwaan primair JPU tidak terbukti. Sebaliknya majelis berkeyakinan dakwaan subsidair, Pasal 44 ayat 4 UU PKDRT yang terbukti.


Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, Senin (17/5/2021) lalu memang ada terjadi kekerasan fisik oleh Hadjral Aswad Bauty karena pinjaman online Cindy tanpa sepengetahuan terdakwa. Terdakwa juga mempertahankan diri karena korban yang juga istrinya dikenal temperamental.


Saksi korban semula disebut dipukul dan ditampar, tidak bisa dibuktikan di persidangan karena tidak ada saksi yang menguatkan adanya peristiwa tersebut. Sebaliknya yang terjadi adalah terdakwa dan saksi korban saling tarik menarik dan saling dorong.


Hal itu tidak mengakibatkan korban mantan pramugari tersebut jatuh sakit atau luka berat tidak dan aktivitasnya tidak terhalang maupun untuk mencari mata pencaharian.


Hal memberatkan, perbuatan terdakwa merusak hubungan rumah tangga. Sedangkan hal meringankan, terdakwa masih berusia muda diharapkan bisa memperbaiki perilakunya, menyesali perbuatannya.


"Belum pernah dihukum dan masih menjadi tulang punggung keluarga dengan 4 anak di mana salah seorang kebetulan berkebutuhan khusus," urai hakim anggota Phillip M Soentpiet.


Di akhir persidangan hakim ketua Abdul Kadir menjelaskan bahwa terdakwa, PH-nya dan JPU sama-sama memiliki hak selama 7 hari untuk pikir-pikir apakah terima atau melakukan upaya hukum banding atas putusan yang baru dibacakan. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini