Kasus Penghinaan di Medsos, Terdakwa Marianty Akui Kesalahan di Hadapan Hakim

REDAKSI
Senin, 29 Maret 2021 - 20:45
kali dibaca
Marianty (41) terdakwa kasus pencemaran nama baik melalui Media Sosial (Medsos) mengaku menyesal dan meminta maaf kepada korban atas perbuatannya.


Mediaapakabar.comMarianty (41) terdakwa kasus pencemaran nama baik melalui Media Sosial (Medsos) mengaku menyesal dan meminta maaf kepada korban atas perbuatannya.

Hal itu disampaikan Marianty dalam sidang lanjutan yang beragendakan keterangan terdakwa di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin, 29 Maret 2021.


"Saya menyesali perbuatan saya majelis, saya meminta maaf kepada korban atas postingan saya, yang mana telah postingan saya telah mencemarkan nama baik dan menjatuhkan harkat martabat korban melalui postingan saya," ujar terdakwa Marianty.


Dihadapkan majelis hakim yang diketuai Denny Lumban Tobing, terdakwa mengaku akibat perbuatan dirinya, psikologis anak-anaknya terganggu.


Namun, dalam persidangan terdakwa Marianty yang beberapa kali ditanyakan majelis hakim masih bersikukuh pada pendiriannya yang menyatakan bahwa postingan yang diunggahnya bukan ditujukan kepada korban melainkan kepada Jeendry yang merupakan suaminya.


"Benar majelis, postingan saya bukan ditujukan kepada korban namun saya tujukan kepada suami saya. Karena saya kesal melihat sikap suami saya yang berubah," kata Marianty.


Mendengar pengakuan terdakwa, majelis hakim yang diketuai Denny Lumban Tobing kembali mempertegas. "Saya pertegas kembali, tulisan yang terdakwa posting itu ditujukan kepada siapa," tanya hakim Denny Lumban Tobing.


Menjawab hal itu, terdakwa kembali mengatakan postingan tersebut ditujukan kepada suaminya yakni Jeendry. "Kamu mungkin lagi tak konsen ya, postingan kamu jelas-jelas ditujukan kepada korban dengan memposting foto korban dengan tulisan mencemarkan nama baik korban. Tapi sudahlah biar kami yang menilainya," ujar majelis hakim Lumban Tobing.



Saksi Ahli Sebut Postingan Terdakwa Marianty Penuhi Unsur Penghinaan


Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Meily Nova menghadirkan saksi Ahli Bahasa. Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Denny Lumban Tobing, Imran, SS, M.Hum dari Balai Bahasa Sumatera Utara yang hadir sebagai saksi Ahli Bahasa menjelaskan, narasi bahasa dalam postingan yang diunggah terdakwa di media sosial facebook memenuhi unsur penghinaan dalam perkara tersebut.


"Memang ada beberapa kata dan ungkapan dalam postingan yang diunggah terdakwa itu yang memenuhi unsur penghinaan. Beberapa contohnya narasi menyangkut kata janda dan perebut suami orang yang di posting terdakwa di facebook," sebutnya.


Selain itu Imran juga mengemukakan bahwa pada postingan yang di unggah terdakwa di media sosial facebook itu,

ada unsur-unsur dari ungkapan yang disampaikan terdakwa bahwa seolah korban menjual dirinya. 


"Narasi bahasa dalam postingan terdakwa itu juga bisa diartikan bahwa korban dianggap terdakwa sebagai orang yang suka mengambil suami orang," sebut Imran pada keterangannya sebagai Ahli Bahasa.


Mendengar penjelasan dari saksi ahli tersebut, kuasa hukum terdakwa sempat mempertanyakan apakah bahasa dalam postingan terdakwa itu bisa dipidanakan apabila yang disampaikan terdakwa merupakan sebuah kebenaran.


Kuasa hukum terdakwa bahkan mempertanyakan soal dampak postingan itu terhadap korban sehingga terdakwa mempertanggung jawabkan nya secara hukum.


Menjawab itu Imran menjelaskan bahwa semua pernyataan yang unsur bahasanya merendahkan orang lain bisa diartikan sebagai penghinaan. "Selain sifatnya sebatas informasi, bahasa yang disampaikan ke ruang publik jika unsurnya merendahkan martabat orang lain sekalipun kondisi itu benar, bisa diartikan sebagai penghinaan," ketusnya.


Saksi Ahli juga menambahkan bahwa dampak nyata yang dialami korban akibat bahasa dalam postingan terdakwa itu adalah menyangkut psikologis dan citra buruk bagi korban.


"Kalau dampak secara psikologis secara luas tentu saya tak bisa menjelaskannya karena bukan bidang saya. Tapi tentu saja berdampak bagi psikologis korban hingga mempersoalkan perkara ini, paling tidak membuat citra buruk bagi korban," pungkasnya.


Ketua majelis hakim, Denny Lumban Tobing juga sempat mengingatkan tim kuasa hukum terdakwa agar mempertanyakan hal-hal yang substansinya sesuai dengan bidang saksi ahli yang dihadirkan. "Begini, pengacara terdakwa. Saksi ini Ahli Bahasa, kalau persoalan lain di luar itu apa yang mau dijelaskannya?," ketus ketua majelis hakim.


Mengutip dakwaan JPU Dwi Meily Nova mengatakan kasus bermula pada Selasa 10 Maret 2020 lalu, terdakwa mengirimkan foto dengan kalimat yang bermuatan penghinaan terhadap korban dengan menuding sebagai pelakor melalui akun medsos miliknya di Insta Story Instagram dan Cerita Facebook.


Akibat perbuatan terdakwa melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU RI No.19 tahun 2016 perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE Subs Pasal 45 ayat (3) UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini