Bangkai Babi terapung yang dibuang sembarangan ke sungai sigeaon Kecamatan Tarutung. (Dok) |
Aktifitas warga yang tinggal dipinggiran sungai menjadi terganggu, karena bau busuk dari bangkai babi tersebut.
" Seharusnya dikubur, jangan dibuang sembarangan ke sungai. Jadinya kami gak bisa menggunakan air sungai itu untuk mencuci piring, mencuci pakaian dan mandi," ujar M Hutagalung (34) warga Desa Siraja Ina-ina Kecamatan Siatas Barita saat berbincang-bincang dengan mediaapakabar.com, Jumat (8/11).
Menurutnya, aktifitas warga jadi terganggu setiap harinya. Air sungai tidak bisa lagi dipergunakan.
Kalau mau diangkat, mereka tidak sanggup dengan baunya. Bangkai babinya sudah membusuk.
" Biasanya hanya sampah plastik, kayu yang ada di sungai. Kini sudah bangkai babi. Sudah dua minggu ini banyak bangkai babi yang mengapung di sungai ini," kata Hutagalung.
Hal yang sama diutarakan marga Sibarani. Bau bangkai babi semakin menyengat. Aromanya yang menyengat bisa saja akan mengancam kesehatan warga sekitar.
" Hal itu tidak bisa dipungkiri, karena sebagian warga masih menggunakan air sungai untuk dikomsumsi," katanya.
Warga lain yang aktifitas terganggu, mereka yang menambang pasir secara manual dibantarkan sungai sigeaon Kecamatan Tarutung.
" Sedikit terganggu akibat banyaknya bangkai babi yang sudah membusuk terapung di sungai tempat kami bekerja. Karena bau, terpaksa kami berhenti menambang," jelas P. Tobing.
Pantauan mediaapakabar.com, dibuangnya bangkai babi akibat mati diserang virus Hog Cholera di Kabupaten Tapanuli Utara membuat sungai tercemari.
Harusnya pihak terkait membuat himbauan kepada masyarakat agar jangan membuang bangkai babi ke sungai.
(Win)