Melihat Kehidupan Istri Syamsul Bahri Terdakwa Kurir Sabu 402 Kg yang Dihukum Mati

REDAKSI
Jumat, 23 Juli 2021 - 11:35
kali dibaca
Ket Foto : Melihat kediaman terdakwa vonis mati kasus bola sabu di Sukabumi Melihat kediaman terdakwa vonis mati kasus bola sabu di Sukabumi (detikcom)

Mediaapakabar.com
Ketuk palu majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibadak memutus hukuman mati untuk Samsul Bahri, nelayan asal Palabuhanratu karena terlibat penyelundupan sabu 402 kilogram.

Bompak, demikian kerabat dan kenalan ayah dua anak itu biasa memanggilnya. Kondisi ekonomi yang sulit membuat Bompak menerima setiap tawaran pekerjaan selama itu berhubungan dengan profesinya sehari-hari sebagai seorang nelayan.


Dedi Setiadi mewakili kantor kuasa hukum Bahari menilai majelis hakim tidak melihat dari sisi kemanusiaan terhadap terdakwa Bompak terkait keputusan hukuman mati.


"Jadi mereka itu kita tidak diberikan kesempatan jadi, (hakim) tidak melihat segi kemanusiaannya. Ketika diputus mati itu yang korban jelas keluarga anak-anaknya, dalam kondisi mereka bukan gembong bukan bandar," kata Dedi dilansir dari detikcom, pada Jumat, 23 Juli 2021.


Dalam fakta persidangan, Dedi juga melihat anggapan bahwa kliennya sudah mengetahui posisi barang haram tersebut saat proses pemindahan dari tengah laut ke daratan.


"Dia hanya orang yang disuruh dan itu pun dia tahu itu di tengah laut fakta persidangan itu menganggap bahwa dia sudah tahu dari awal padahal dia taunya di tengah laut. Bahwa bukan tujuan mengambil sabu, oleh kawan-kawannya itu. Langkah kita terkait putusan ini tentu akan banding," pungkas Dedi.


Vonis Bompak sudah digelar hari ini, sidang onlinenya terpisah dari rekan-rekannya sesama nelayan yang juga terlibat jaringan narkotika internasional yang sudah lebih dulu berstatus terpidana karena ia sempat masuk DPO.


Dilansir dari detikcom, kediaman Bompak di sebuah gang sempit padat penduduk di Kampung Cibarengkok, Desa Citarik, Kecamatan Palabuhanratu. Kehidupan keluarga sepeninggal Bompak yang berurusan dengan hukum sangat kekurangan.


Hidup di rumah orang tua tiri Alfi Ariyanti (31), istri Bompak berjualan rempeyek dan gorengan demi menyambung hidup keluarga. Meski disebut-sebut terlibat jaringan narkotoka, Alfi yakin suaminya tidak terlibat jauh dalam bisnis haram tersebut.


"Suami saya dijemput Nandar (salah seorang terpidana lainnya) enggak tahu dia bawa apa-apanya. Mungkin hanya mau mancing, ya penghasilannya lumayan pulang seminggu sekali kadang Rp 300 ribu kadang dapat Rp 1 juta," lirih Alfi, didampingi salah seorang putrinya.


Alfi bercerita, suaminya itu masih belajar mengemudikan perahu. Selain nelayan pancing, Bompak juga kerap menjadi nelayan perahu payang.


"Dia cuma suruh bawa perahu, dia hanya ABK tapi bisa sedikit-sedikit bawa perahu. Begitu mendengar suami saya mendapat tuntutan mati, hati saya hancur. Selepas ditangkap saya jualan peyek lalu dititip di warung kalau enggak begini kami mau makan apa," sambungnya.


Alfi sempat berharap suaminya bisa dihukum ringan ia sudah mendengar sebelumnya kalau suaminya dituntut mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi. Menurutnya Bompak adalah satu-satunya tulang punggung di keluarganya.


"Harapan saya cepat-cepat keluar, hukumannya enggak berat. Diringanin hukumannya, sampai kemarin dengar hukuman (tuntutan) mati, saya ga pengen itu, pengen sebentar aja," pungkasnya. (DTC/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini