Jadi Saksi di Sidang MK, Kasihan Said Didu Tak Dianggap KPU dan Yusril

Admin
Kamis, 20 Juni 2019 - 06:31
kali dibaca
Mantan Sekretaris BUMN Said Didu saat jadi saksi dalam sidang gugatan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/6/2019). Foto net
Mediaapakabar.com - Kesaksian Said Didu bisa jadi menjadi yang paling ditunggu publik dalam sidang gugatan Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Terlebih, dalam sidang yang mengadendakan pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan Tim Hukum Prabowo-Sandi itu, Said Didu dibaratkan sebagai salah satu ‘peluru andalan’.
Hal itu terkait posisi dan jabatan Ma’ruf Amin dalam Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah yang notabene adalah anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Posisi Ma’ruf Amin itu sendiri merupakan salah satu dalil yang menjadi dasar bagi Prabowo-Sandi meminta MK mendiskualifikasi Jokowi-Ma’ruf.
Namun ada momen unik saat mantan sekretaris BUMN itu memberikan kesaksian di depan majelis hakim.
Pendukung Prabowo-Sandi itu malah tak dianggap, baik oleh Tim Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu maupun Tim Hukum Jokowi-Ma’ruf seperti yang dikutip dari Pojoksatu.id.
Momen itu terjadi saat tiba giliran pihak termohon dipersilahkan meminta keterangan Said Didu.
Di luar dugaan, KPU, Bawaslu dan kubu 01 seolah kompak tak menganggap Said Didu. Padahal, ketiga pihak itu cukup getol mengorek keterangan saksi-saksi sebelumnya.
“Kami cukup Yang Mulia, tidak ada pertanyaan,” kata anggota tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin dalam persidangan.
Sikap yang sama juga dilakukan tim hukum yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra. Yusril beralasan, pihaknya tidak begitu percaya dengan jawaban Said Didu.
Mereka khawatir jawaban Said atas pertanyaan tim kuasa hukum paslon 01 bersifat asumsi.
“Kalau kami bertanya jawabnya pendapat, sementara Pak Said Didu hadir sebagai saksi. Karena itu kami putuskan tidak bertanya kepada beliau. Terima kasih,” tutur Yusril.
Said Didu dalam keterangannya menyampaikan pendapat pribadinya terkait Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam Undang-undang Tipikor, katanya, terdapat istilah pejabat BUMN. Sedangkan di Undang-undang BUMN tidak megenal istilah pejabat BUMN.
“Yang ada di UU BUMN ialah pengurus BUMN. Kami dihadapkan yang mana pejabat BUMN, sehingga muncul perdebatan. Ini ada tiga pokok persoalan UU BUMN, status korporasi BUMN atau bukan, status pengelolaan keuangan negara, pejabat BUMN,” kata Said.
Ia lantas menukil KPK bahwa yang dimaksud pejabat BUMN adalah seseorang yang menjabat komisaris, dewan pengawas, dan direksi. Bukan pengurus BUMN.
“Diskusi (saya dengan KPK) bahwa pejabat BUMN ialah komisaris, dewan pengawas, dan direksi,” katanya. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini