Wakil Direktur LBH Medan Irvan Syahputra |
Laporan bermula, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menjadi kuasa hukum Dody Junier yang merupakan Penggugat (Klien) dalam perkara Nomor: 269 Pdt.Sus-PHI/2019/PN. Mdn yang mana dalam perkara ini yang menjadi Tergugatnya adalah Firma (Fa) SM.
Bahwa sebelum perkara ini masuk ke pengadilan negeri medan. Gugatan atas dugaan pemberhentian sepihak terhadap Dody.
“Sebelumnya Dody terlebih dahulu mengadukan permasalahnya ke Dinas Ketenagakerjaan kota medan, dimana pihak Dinas Ketenagakerjaan kota Medan telah menerbitkan anjuran dengan kesimpulan bahwa Tergugat telah melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak terhadap Klien dan menganjurkan Tergugat untuk membayar pesangon kepada Klien sebesar Rp. 78.551.84,” kata Wakil Direktur LBH Medan Irvan Syahputra kepada wartawan mediaapakabar.com, Jumat (13/03).
Kata Irvan, karena tidak adanya penyelesain hak-haknya, Dody mengajukan gugatan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan PHI pada pengadilan Negeri medan yang mana Penggugat meminta Pemutusan sepihak tersebut sah dan Tergugat Membayar uang Pesangon, Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak, uang Cuti dan Upah Proses.
Sidang pertama Klien dimulai pada tanggal 31 Oktober 2019 yang mana sidang tersebut majelis hakimnya di ketuai oleh JS, SH.,MH dan NM, SH.,MH, BD, SH selaku hakim anggota dan IP, SH.,MH selaku Panitera Pengganti,
Dari pengajuan gugatan tersebut pihak Tergugat menyampaikan jawabannya yang pada intinya Tergugat “ Bahwa Tergugat tidak mungkin memperkerjakan Penggugat dengan kondisi yang buruk, selalu datang terlambat, bermalas-malasan dan tidak dapat berkerja sama dengan pekerja lain dimana hal ini akan merugikan Tergugat” dan Tergugat dalam jawabanya menyatakan sepakat hubungan kerja dengan Tergugat diputuskan namun Tergugat menolak membayar pesangon. Dalam artian Penggugat tidak ingin dipekerjakan kembali dan Tergugat juga tidak ingin mempekerjakan Penggugat kembali.
Berlanjut ke agenda sidang pemerikasan bukti-bukti dan saksi, Saksi- Saksi Tergugat merupakan saksi yang tidak pernah melihat langsung apa yang di tuduhkan kepada Penggugat dalam hal dan bukti-bukti Tergugat banyak yang janggal dan nyeleneh, sebagai contoh saksi mengakui tidak perna melihat, tidak ada tanggal dan tanda tanganya serta tidak pernah diterima Penggugat hal tesebut tertuang dalam butk T-8, T-9 dan T-10. Setelah kedua belah pihak menyampaikan bukti-bukti dan saksi-saksi dan selanjutnya agenda sidang dilanjutkan dengan Konklusi(Kesimpulan) dari kedua Belah pihak.
Bahwa kejanggalan dan tidak masuk akal terlihat nyata ketika sidang agenda Putusan ditunda 2(dua) minggu, seketika dua minggu kemudian agenda sidang ditunda kembali 1 (satu) Minggu hal ini membuat Pengugat semakin yakin adanya keanehan dan kejanggalan dikarenakan sidang ditunda sampai dengan 3 minggu (21 hari) dengan alasan yang sangat tidak masuk akal yaitu “ Komputer dan Printer Majelis Hakim Rusak dan kejanggalan tersebut di jawab nyata oleh majelis hakim dengan memutuskan Penggugat untuk Bekerja Kembali kepada Tergugat.
“ Hal ini membuat Penggugat tidak mendapatkan Keadilan dari Putusan Hakim tersebut dimana majelis hakim tidak secara adil dan objektif melihat fakta-fakta persidangan dan tidak mempertimbangkan saksi- saksi yang telah dihadirkan oleh para pihak padahal baik Penggugat dan Tergugat tidak sama-sama tidak menginginkan bekerja kembali dan dipekerjakan kembali,” terang Irvan.
Parahnya lagi ketika penguggat mengambil
salinan putusan, Penggugat melihat isi putasan dalam hal keterangan saksi IHA
(saksi Penggugat) tidak sesuai dengan apa yang telah diterangkan saksi saat
dipersidangan. Oleh karena itu LBH Medan menduga jika putusan PHI tersebut
telah ditukang-tukangi dan sarat akan Ketidakadilan.
Lanjut Irvan, Dalam hal ini LBH Medan menilai
jika Majelis Hakim dan Panitera Pengganti telah melanggar UUD 1945 Pasal 27
Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1), UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 3 Ayat (2),
Pasal17 tentang HAM dan Melanggar hukum acara Perdata Pasal 178
Ayat (3) HIR Jo Pasal 189 Ayat (3) RBg yaitu “hakim dilarang untuk memberikan
keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohonkan atau memberikan lebih dari yang
dimohonkan”. Serta Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua Komisi
Yudisial RI Nomor :047/KMA/SKB/IV/2009/02/SKB/P. KY/IV/2009
tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam hal berperilaku Adil. Atas
pelanggaran tersebut LBH Medan telah membuat Pengaduan terhadap Majelis Hakim
dan Panitera Pengganti ke Mahkama Agung RI, Badan Pengawas MA RI, Komisi
Yudisial RI dan Ombudsman RI.
“Demi tegaknya hukum dan harapan LBH Medan
teradu dapat diberikan tindakan tegas dan kedepannya tidak ada lagi hakim
dan Panitera Pengganti yang bermain-main dengan putusanya sehingga menciptakan
keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat pencari keadilan,” pungkas
Irvan.(dn)