Tiga Terdakwa Korupsi Pembangunan Taman Raja Batu dan Tapian Siri-siri Syariah Jalani Sidang Perdana

Media Apakabar.com
Senin, 23 Desember 2019 - 22:49
kali dibaca
Tiga Terdakwa Korupsi Pembangunan Taman Raja Batu dan Tapian Siri-siri Syariah Jalani Sidang Perdana
Tiga Terdakwa Korupsi Pembangunan Taman Raja Batu dan Tapian Siri-siri Syariah 
Mediaapakabar.com-Tiga terdakwa dugaan korupsi pembangungan objek wisata Taman Raja Batu (TRB) dan Tapian Siri-siri Syariah (TSS) Mandailing Natal (Madina) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (23/12/2019).

Ketiga terdakwa yakni, Syahruddin selaku Plt. Kadis PUPR Madina, Hj. Lianawaty Siregar dan Nazaruddin Sitorus selaku PPK.

Mereka didakwa merugikan keuangan negara dalam pembangunan objek wisata tersebut sebesar Rp5.245.570.800.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agustini mengatakan, pada akhir tahun 2015, Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution memerintahkan Syahruddin selaku Plt. Kadis PUPR untuk memobilisasi alat berat milik Dinas PUPR Madina yakni berupa alat berat dump truk, excavator, beco loader untuk melaksanakan pembersihan lokasi atau land celaring di lokasi TRB dan TSS.

"Sedangkan terdakwa Hj. Lianawaty Siregar dan Nazaruddin Sitorus ditugaskan untuk menetapkan rencana pelaksanaan barang dan jasa yang meliputi diantaranya, menghitung Harga Perkiraan Sendiri (HPS), melaksanakan kontrak dengan penyedia barang dan jasa," ucap jaksa di hadapan Ketua Majelis Hakim, Irwan Effendi.

Jaksa menyebutkan, beberapa paket pekerjaan yang bersumber dari APBD Madina T.A 2016 tersebut diantaranya pekerjaan pembangunan pos penjagaan di Komplek Perkantoran Payaloting dengan pagu anggaran sebesar Rp200 juta pelaksana CV Anak Ranto dengan nilai kontrak sebesar Rp198.950.000.

Kemudian pembuatan plank merek pada taman Komplek Perkantoran Payaloting dengan pagu dana sebesar Rp100 juta pelaksana CV Tor Simangkuk dengan nilai kontrak sebesar Rp98.642.000.

"Pembangunan pagar di komplek perkantoran Payaloting dengan pagu dana sebesar Rp200 juta dengan pelaksana CV Raja Emir Perkasa dengan nilai kontrak sebesar Rp192.900.000," cetus jaksa.

Namun, dalam mekanisne penganggaran dan penetapan paket pekerjaan yang diperintahkan bupati tersebut dilaksanakan dengan tanpa mengindahkan atau melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku karena pelaksanaan pekerjaan yang lebih dahulu dikerjakan mendahului kontrak.

"Seperti pelaksanaan pekerjaan  pembangunan pos jaga di komplek perkantoran Payaloting dan pembangunan pagar di komplek perkantoran Payaloting. Bahwa terdakwa 1, terdakwa 2 dan terdakwa 3 selaku PPK dalam proses penunjukan rekanan tidak melaksanakan proses pengadaan barang/jasa yang sesuai dengan ketentuan Perpres No. 54 Tahun 2010," ungkap jaksa.

Selain itu, terdakwa 2 dan terdakwa 3  selaku PPK membuat harga HPS tanpa mengkalkulasikan secara keahlian  berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap harga  pasar.

Atas pekerjaan tersebut, para terdakwa  telah menyalahgunakan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi perencanaannya, pelaksanaannya, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah sehingga menimbulkan kerugian keuangan daerah.

Selain itu bangunan-bangunan yang berdiri di TSS dan TRB termasuk bangunan permanen yang ada disempadan sungai tidak diperbolehkan.

Sedangkan terdakwa 1 selaku Plt. Kadis PUPR, yang memobilisasi alat-alat berat ternyata tidak dikenakan retribusi sebagai PAD dan hal tersebut bertentangan dengan Perda Madina No. 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha.

"Akibat perbuatan para terdakwa tersebut telah merugikan keuangan daerah pada Dinas PUPR Madina Tahun 2016 dan Tahun 2017, dan terdapat kerugian senilai Rp5.245.570.800," pungkas jaksa.

Perbuatan para terdakwa bertentangan dengan pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dari UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (dian)
Share:
Komentar

Berita Terkini