Guru
yang mendukung kepala daerah di masa kampanye pilkada, dengan gampang
dipromosikan naik jabatan. Sebaliknya, guru yang tidak mendukung, tiba-tiba
dimutasi ke daerah terpencil.
Karena
itu, Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim mendukung jika Presiden
Jokowi benar-benar mau menarik kewenangan tata kelola guru di daerah ke pusat
“Ini
sebenarnya yang sudah cukup lama digulirkan. Pelibatan guru dalam politik
praktis menjadi masalah utamanya dan seringkali guru-guru harus menjalani
hukuman yang sebenarnya dilakukan oleh para pimpinan daerah tanpa dasar yang
cukup. Apalagi jika dalam pilkada tersebut pimpinan daerah berposisi sebagai
petahana,” ujar Ramli Rahim kepada JPNN.com, Kamis (12/12).
Selain
itu penanganan guru oleh daerah sangat beragam sehingga menimbulkan kesenjangan
antara guru di satu daerah dengan lainnya.
Contohnya,
pendapatan guru honorer di DKI Jakarta yang seluruhnya sama dengan upah minimum
provinsi atau lebih dari itu. Sementara di Kabupaten Maros ada yang memberi
upah hanya Rp 100.000 per bulan.
Rekrutmen
guru honorer yang dilakukan di daerah juga sangat tidak jelas karena pemerintah
pusat melarang pengangkatan honorer. Sementara di lapangan kebutuhan akan guru
sangat mendesak baik karena PNS pensiun, ditarik masuk ke structural, atau
diangkat menjadi kepala sekolah atau pengawas sekolah.
"Rekrutmen
guru honorer sangat tidak jelas prosesnya sehingga kualitas terabaikan bahkan
empat kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh guru sama sekali tidak
terdeteksi dalam proses rekrutmen guru di daerah-daerah," bebernya.
Pengangkatan guru pun kadang sangat
berlebihan meskipun semuanya berstatus non-PNS. Terkadang kebutuhan guru hanya
2 orang tapi yang diterima 5 orang.
“Bukan
karena kebutuhan sekolah tetapi karena mengakomodir orang-orang penting daerah
yang mengajukan anak-anak mereka menjadi honorer di sekolah-sekolah,” ungkap
Ramli.
Masalah
lain pendidikan kita adalah alokasi anggaran pemerintah daerah terhadap
pendidikan yang sangat minim. Tercatat enam kabupaten/kota dan satu provinsi di
Indonesia yang menganggarkan APBD mereka di atas 20%
"Karena
itu IGI sangat setuju jika kewenangan guru ditarik ke pusat sehingga tak lagi
terjadi saling menyalahkan antara pemda dan pemerintah pusat," pungkasnya.(JPNN)