Capim KPK, Nawawi Pomolango Nilai Negara Lain Ogah Investasi Disebabkan....

Anonim
Rabu, 11 September 2019 - 16:14
kali dibaca
Ist
Mediaapakabar.com- Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menilai banyaknya pejabat yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK selama ini membuat negara lain menjadi ragu-ragu menanamkan investasi di Indonesia.

Nawawi mengatakan negara lain pasti beranggapan bahwa sudah tak ada orang baik di Indonesia karena pejabat publik hampir tiap hari terjerat OTT.

"Di negara sana juga mikir tidak ada lagi orang baik di Indonesia. Tiap hari ditangkapin 3, ditangkapin 2. Gimana kita mau menanam modal di sana (Indonesia) kalau tiap hari ditangkapin. Itu bisa jadi persoalan untuk orang menanam investasi," kata Nawawi saat dilansir dari CNN Indonesia, Rabu (11/9/2019).

Melihat hal itu, Nawawi beranggapan bahwa OTT bukan merupakan barang haram. Meski demikian, ia mengusulkan agar KPK ke depan mengubah paradigma OTT agar tak merugikan kinerja pemerintah.

Ia lantas menawarkan gagasan mengenai OTT yang disempurnakan. Konsep itu, kata dia, memiliki substansi di mana KPK harus terus melakukan pendampingan di lembaga tempat pelaku terjaring OTT.

"KPK itu masuk di situ dan membangun sistem di situ. Tim KPK setelah melakukan OTT, harus melakukan pendampingan ke divisi atau lembaga tempat terjadinya OTT," kata dia

Tak hanya itu, Nawawi menyarankan seharusnya KPK membangun suatu sistem di institusi yang dilakukan OTT itu sebagai mekanisme pengawasan lebih lanjut.

"Harusnya bangun sistem di situ. Itu yang saya sebut OTT yang disempurnakan," ujar pria yang kini menjabat sebagai hakim Pengadilan Tinggi Bali itu.

Nawawi mengkritik kegiatan OTT KPK yang kerap dilakukan oleh lembaga antikorupsi itu. OTT sendiri merupakan bagian dari penindakan KPK selama ini.

"(OTT) bukan barang haram. Tapi ada peran salah bapak ibu dari UU KPK. Di Pasal 6 disebut koordinasi, supervisi, monitoring, tindakan, baru pencegahan. Jadinya, KPK bekerja seperti itu menindak dulu baru mencegah seperti yang bapak ibu susun dalam UU itu," kata Nawawi.

Dia mencontohkan dalam penindakan oknum hakim yang diduga melakukan tindak pidana korupsi atau suap. Menurutnya, KPK seharusnya bisa menghubungi Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, atau Badan Pengawas MA lebih dulu untuk meminta lembaga yudikatif terkait langkah tindakan terhadap oknum hakim itu.

Nawawi juga menilai kinerja KPK saat ini biasa-biasa saja dan cenderung tak memiliki prestasi signifikan dalam tugas pemberantasan korupsi. Ia menganalogikan KPK bagai orang yang pulang dugem tengah malam, sambil jalan sempoyongan.(ni)
Share:
Komentar

Berita Terkini