Perintah Kerahkan Prajurit TNI Dilingkungan Kejaksaan Langgar UU

admin
Senin, 12 Mei 2025 - 13:02
kali dibaca
pasukan TNI. (foto : dok)  

Mediaapakabar.com
- Sejumlah Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) untuk Reformasi sektor keamanan menyatakan bahwa pengerahan prajurit TNI di lingkungan kejaksaan telah melanggar regulasi yang digariskan. 

Menurut mereka, pengerahan seperti itu dinilai semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum. 

" Koalisi masyarakat sipil menilai bahwa perintah ini bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan, terutama konstitusi, UU kekuasaan kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI sendiri, yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI," demikian pernyataan koalisi masyarakat sipil, dalam siaran persnya pada Minggu (11/05/2025). 

Elemen tersebut menyesalkan adanya telegram Panglima TNI tertanggal 5 Mei 2025 yang isinya adalah perintah penyiapan dan pengerahan alat kelengkapan dukungan kepada Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.  

Dikatakan bahwa kerangka kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjadi dasar pengerahan pasukan perbantuan kepada Kejaksaan.  

Karena, tugas dan fungsi TNI seharusnya fokus pada aspek pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah penegakan hukum yang dilaksanakan oleh pihak kejaksaan sebagai instansi sipil. 

Apalagi, sampai sekarang belum ada regulasi tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) terkait bagaimana tugas perbantuan itu dilaksanakan. 

Pihak koalisi itu juga menyebutkan untuk pengamanan institusi kejaksaan seharusnya bisa dilakukan oleh satuan pengamanan internal (satpam), tanpa perlu melibatkan personel TNI. 

" Pengamanan institusi sipil penegak hukum kejaksaan tidak memerlukan dukungan berupa pengerahan personil TNI karena tidak ada ancaman yang bisa menjustifikasi mengharuskan pengerahan satuan TNI," tulisnya. 

Bahkan diingatkan pula bahwa langkah tersebut dapat mempengaruhi independensi penegakan hukum dan mengaburkan batas antara fungsi pertahanan dan penegakan hukum. 

Menurut koalisi itu, perintah tersebut bisa mengarah pada kembalinya praktik dwifungsi TNI yang sempat dihapus dalam era reformasi. 

" Pada aspek ini, intervensi TNI di ranah penegakan hukum sebagaimana disebutkan di dalam surat perintah itu akan sangat mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia. Kondisi ini menimbulkan kekacauan dalam sistem ketatanegaraan yang ada dengan mencampurkan fungsi penegakan hukum dan fungsi pertahanan," ungkapnya.  

Pihak koalisi itu turut mendesak Panglima TNI untuk segera mencabut surat perintah tersebut dan mengembalikan fokus TNI pada tugas pertahanan negara. 

Disamping itu pula mereka juga meminta DPR RI, khususnya Komisi I, III, dan XIII, untuk menindaklanjuti persoalan tersebut dan memastikan tidak ada praktik dwifungsi TNI di masa mendatang. 

" Kami juga mendesak DPR RI supaya mendesak Presiden sebaga Kepala Pemerintah dan juga Menteri Pertahanan guna memastikan pembatalan Surat Perintah tersebut, sebagai upaya menjaga tegaknya supremasi sipil dalam penegakan hukum di Indonesia yang menganut negara demokrasi konstitusional," demikian pernyataan koalisi itu. (MC/ZF) 

Share:
Komentar

Berita Terkini