Gelombang PHK Massal Guncang Industri Media, 12 Perusahaan Terdampak

Media Apakabar.com
Rabu, 07 Mei 2025 - 17:20
kali dibaca
kondisi sepi di studio Kompas TV dampak dari PHK para pekerja. (foto : dok) 

Mediaapakabar.com
- Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali mengguncang industri media di Indonesia. Kejadian itu mencerminkan tantangan berat yang tengah dihadapi oleh sejumlah perusahaan media nasional, termasuk salah satunya Kompas TV yang baru-baru ini ramai diperbincangkan publik. 

Namun ternyata, Kompas TV bukanlah satu-satunya perusahaan media yang melakukan langkah drastis tersebut.

Dari catatan hingga tahun 2025 sedikitnya ada 12 perusahaan media dan industri pendukungnya yang melakukan PHK massal sebagai respons terhadap tekanan ekonomi yang kian meningkat dan perubahan lanskap industri digital.

Kompas TV menjadi sorotan setelah memutuskan untuk menghentikan siaran televisi dan merumahkan puluhan karyawan di berbagai divisi.

Keputusan tersebut sontak menuai reaksi keras dari publik, termasuk para pengamat media dan organisasi profesi wartawan, mengingat Kompas TV dikenal sebagai salah satu media televisi berita dengan reputasi baik di Tanah Air.

Namun, situasi serupa juga terjadi di perusahaan media lain seperti ANTV, yang dilaporkan telah memberhentikan 57 karyawan di lini produksi.

Kemudian, dua lembaga penyiaran publik milik negara, yakni TVRI dan RRI, juga tak luput dari kebijakan efisiensi itu, dengan memutus hubungan kerja terhadap kontributor berita di sejumlah daerah.

Sementara itu, PHK juga menimpa perusahaan swasta lain seperti NET TV, yang setelah mengalami perubahan kepemilikan akibat akuisisi oleh PT MD Entertainment Tbk, turut melakukan perampingan karyawan sebagai bagian dari restrukturisasi internal.

Situasi itu juga menunjukkan bahwa tantangan di sektor media tidak hanya dialami oleh perusahaan televisi berbasis siaran nasional, tetapi oleh entitas media digital dan media penyiaran publik.

Tak hanya di sektor media, gelombang PHK juga merambat ke sektor industri manufaktur dan elektronik. Contohnya, Sritex Group yang dinyatakan bangkrut pada Oktober 2024, harus memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari 11.000 karyawan.

PT Sanken Indonesia pun terpaksa menutup pabriknya di Bekasi dan merumahkan 459 pekerja. Yamaha Music Indonesia bahkan berencana menutup dua fasilitas produksinya, menyusul penurunan permintaan dan efisiensi biaya, yang tentu akan berdampak pada tenaga kerja mereka.

Bahkan, perusahaan seperti PT Aditec Cakrawityata di Tangerang, PT Karya Mitra Budi Sentosa yang beroperasi di Pasuruan, Nganjuk, dan Madiun, serta PT Duta Cepat Pakar Perkasa di Surabaya, juga turut masuk dalam daftar perusahaan yang melakukan PHK massal dalam kurun waktu yang hampir bersamaan. Jumlah karyawan yang terdampak pun tidak sedikit, mencapai ribuan orang.

Fenomena PHK massal tersebut menjadi alarm keras bagi dunia ketenagakerjaan nasional, khususnya di sektor media yang sedang mengalami tekanan besar dari perubahan pola konsumsi masyarakat yang kini lebih memilih platform digital.

Terpisah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyampaikan keprihatinan mendalam dan mengingatkan bahwa langkah efisiensi tersebut, bila dilakukan tanpa perencanaan dan perlindungan yang jelas bagi pekerja, akan memperburuk ekosistem media secara keseluruhan.

Selain mengancam kesejahteraan jurnalis dan pekerja media lainnya, kondisi itu akan berpotensi menurunkan kualitas konten jurnalistik yang sampai ke masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan Kominfo, didorong untuk turun tangan memberikan perhatian serius atas situasi itu.

Tidak hanya memastikan hak-hak pekerja yang terkena PHK terpenuh, seperti pesangon, jaminan sosial dan pendampingan hukum, tetapi juga menyediakan solusi jangka panjang melalui pelatihan keterampilan ulang dan penyesuaian kebijakan ketenagakerjaan di sektor media digital.

Dengan situasi yang semakin kompleks, jelas bahwa industri media nasional tengah berada di persimpangan jalan. 

Diperlukan strategi yang cermat, adaptasi teknologi yang cepat, serta perlindungan terhadap sumber daya manusianya agar tidak semakin terpuruk dan tetap mampu menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi. (REL) 

Share:
Komentar

Berita Terkini