Mediaapakabar.com - Rini Rafika Sari selaku staf Public Relations (PR) PT Bank Sumut, ditetapkan sebagai terdakwa tunggal dalam kasus dugaan korupsi berkelanjutan senilai Rp6,07 miliar selama periode 2019–2024. Kasus ini kini memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Senin (9/12/2024), Rini didakwa merekayasa dokumen pencairan dana kegiatan PR, seperti memorandum persetujuan, faktur, dan bukti pendukung lainnya.
Akibat perbuatannya, ratusan kegiatan di bidang PR diduga fiktif, menyebabkan kerugian negara yang terus meningkat setiap tahun hingga mencapai puncaknya pada 2024.
Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis menyebutkan sidang dengan agenda eksepsi atau pembelaan terdakwa akan digelar Senin depan (16/12/2024).
"Eksepsi penasihat hukum akan disampaikan pada sidang mendatang," ujarnya, Jumat (13/12/2024).
Rini, yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana Madya di Sekretariat Perusahaan (Sekper), bertugas mengelola kegiatan PR termasuk literasi, bantuan, dan sponsorship.
Modus yang digunakan, menurut JPU, adalah merekayasa dokumen permohonan anggaran dan laporan realisasi, lalu mencairkan dana yang sebagian besar digunakan untuk kegiatan fiktif.
Salah satu cara yang digunakan Rini adalah membuka rekening atas nama pihak ketiga tanpa sepengetahuan pemiliknya. Rekening tersebut digunakan untuk menampung dana yang kemudian dikendalikan oleh terdakwa.
Audit internal PT Bank Sumut menemukan sejumlah kejanggalan dalam anggaran PR sejak 2019, di mana dana sebesar Rp12,7 miliar dialokasikan tetapi sebagian besar realisasinya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kerugian negara dihitung dari transaksi yang diduga fiktif, yaitu pada tahun 2019 sekitar Rp79 juta (33 transaksi), 2020: Rp410 juta (79 transaksi), 2021: Rp510 juta (57 transaksi), 2022: Rp1,18 miliar (90 transaksi), 2023: Rp2,65 miliar (165 transaksi), 2024: Rp1,23 miliar (473 transaksi).
Rini dijerat dengan dakwaan primair Pasal 2 dan subsidair Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman dalam pasal tersebut meliputi pidana penjara maksimal seumur hidup dan denda hingga miliaran rupiah.
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan internal di tubuh PT Bank Sumut, terutama dalam manajemen keuangan dan pengawasan kegiatan PR. Meski terdakwa diduga beraksi atas perintah pimpinan sebelumnya, ia dijerat tanpa dakwaan Pasal 55 KUHP yang mengatur tindak pidana bersama-sama. (MC/DAF)