Ket Foto: Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni ketika melakukan kunjungan kerja di Polda Sumut, Jumat (15/11/2024). |
Mediaapakabar.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyesalkan pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, terkait tragedi Yon Armed 2/KS di Sibiru-biru, Deli Serdang.
Pernyataan Sahroni yang menyebut masyarakat arogan, semena-mena, dan sok kuat dinilai tidak berpihak pada korban dan justru menyalahkan masyarakat.
Tragedi yang melibatkan dugaan pelanggaran HAM oleh 33 oknum anggota TNI ini menyebabkan Raden Barus (62) meninggal dunia dan puluhan warga lainnya luka-luka.
Namun, Sahroni dalam kunjungan kerjanya di Sumatera Utara menyatakan bahwa masyarakat sering kali arogan akibat narkoba dan minuman keras, serta kerap menyalahkan aparat tanpa introspeksi.
"Rakyat kita ini kadang arogansinya muncul karena apa, narkoba, minuman keras, yang disalahin sekarang ini kebanyakan ya TNI, polisi dan para pejabatnya. Kita kan enggak tahu rakyat itu melakukan sesuatu merugikan siapa,” kata Ahmad Sahroni di Mapolda Sumut, Jumat (15/11/2024).
Sahroni menilai ada masyarakat yang sudah diimbau tetapi merasa tidak bersalah dan akhirnya melakukan tindakan. Menurutnya, masyarakat juga tidak boleh melakukan tindakan semena-mena.
"Rakyat juga jangan semena-mena, enggak bolah. Tetapi kalau dilakukan semena-mena enggak mau, seolah-olah institusi menganiaya, mendzolimi, padahal sebaliknya rakyatnya yang sok-sokan, sok arogan, sok kuat, sok preman. Nah, makanya dibikin premanisme balik dia kewalahan. Nah itu, terkadang kita butuh informasi yang tepat dari TNI,” imbuhnya.
Terkait pernyataan itu, LBH Medan menyesalkan sikap Ahmad Sahroni, dimana sikap dan pernyataan tersebut tidak berprespktif korban dan cenderung menyalahkan masyarakat.
"Seharusnya sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan hak-hak rakyat, Ahmad Sahroni turut berduka atas kejadian yang menimpa para korban dan warga. Dan meminta secara tegas Pangdam/BB untuk mengusut tuntas dah menindak tegas oknum anggota TNI yang terlibat, bukan malah sebaliknya," tegas Direktur LBH Medan Irvan Saputra dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (16/11/2024).
Menurut LBH Medan, pernyataan Ahmad Sahroni seakan-akan menormalisasi keadaan dan layaknya pengacara terduga pelaku 33 oknum anggota TNI yang saat ini sedang diperiksa di Pomdam I/BB.
"LBH Medan menilai seharusnya Ahmad Sahroni itu turun langsung ke tempat kejadian perkara dan menanyakan bagaimana sebenarnya yang terjadi kepada warga serta memberikan perhatian khusus kepada para korban dan keluarga nya. Bukan malah menyimpulkan jika seakan-akan warga yang salah dan tidak mau dihimbau," tegas dia.
Tidak hanya itu harusnya sebagai wakil rakyat iya mengecam Tragedi tersebut, karana apapun alasannya tidak ada satupun aturan hukum di Negara Republik Indonesia ini yang membenarkan menghilangkan nyawa orang tanpa proses hukum (Extra Judical Killing).
Pihaknya menegaskan, perbuatan yang diduga dilakukan oknum TNI telah melanggar HAM yang memakan 1 korban jiwa, serta 10 orang lainya luka-luka/luka Berat. Bahkan membuat trauma yang mendalam terhadap para warga dan anak Desa Selamat, Deli Serdang pasca kejadian itu.
"Perlu diketahui secara tegas dan jelas Pangdam I/BB menyatakan permintaan maaf kepada korban dan keluarga korban," sebut dia.
Bahkan, lanjut dia, dihadapan korban dan keluarga korban Pangdam menyampaikan sebagai prajurit hal ini tidak dibenarkan dan harusnya tidak terjadi. Serta Pangdam menyatakan secara tegas akan memecat para pelaku.
"Oleh karena itu, LBH Medan menilai pernyataan Ahmad Sahroni telah melukai hati masyarakat, kerena tidak mengetahui faktanya secara utuh tetapi menyimpulkan seakan-akan wagra yang salah," terangnya.
LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM mengecam keras dugaan tindak Oknum TNI Yon Aremed 2/KS.
"Tindak tersebut seyogyanya diduga telah melanggar HAM dalam hal Hak hidup dan Hak mendapatkan rasa aman serta. Sebagai mana yang diatur dalam UUD 1945," kata Irvan.
Bahkan, jelas Irvan, tindakan para oknum anggota TNI tersebut diduga juga bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Duham, ICCPR, UU TNI serta sumpah prajurit TNI.
"Oleh karena itu Panglima Kodam I /BB harus bertanggung jawab dalam hal mengungkap tuntas dan menindak tegas anggota TNI yang terlibat," pungkasnya. (MC/RED)