Mediaapakabar.com - Masyarakat dapat mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dengan mengantongi sertifikat hak guna bangunan (HGB). HGB memiliki jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 20 tahun, serta dapat diperbarui kembali selama 30 tahun.
Artinya, pemegang sertifikat HGB dapat menggunakan tanah yang bukan miliknya hingga maksimal 80 tahun.
Namun, jika jangka waktu HGB habis, status tanah akan kembali kepada pemilik asli, yaitu negara atau pihak lain. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Pasal 36 PP menyebutkan bahwa tanah yang dapat diberikan hak guna bangunan meliputi tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Tanah negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan hak atas tanah, bukan tanah wakaf, tanah ulayat, dan bukan aset milik daerah.
Setelah HGB berakhir, tanah kembali menjadi milik negara atau pemegang hak milik. Khusus untuk HGB di atas tanah negara, tanah bisa menjadi milik pihak lain sesuai putusan pengadilan. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) memiliki kewenangan untuk menata kembali penggunaan tanah negara bekas HGB.
Ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan HGB terhapus sebelum masa berakhirnya, seperti tidak terpenuhinya kewajiban yang tercantum dalam perjanjian pemberian HGB, cacat administrasi, atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sebelum masa HGB habis, pemegang hak disarankan untuk melakukan perpanjangan agar tanah tidak diambil kembali oleh negara atau pihak lain. Jika tidak, mereka berisiko kehilangan hak atas tanah tersebut.
Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di artikel lengkap di Kompas.com.