Ket Foto: Pelapor Marulak Manihuruk (kanan) warga Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, yang melaporkan kuasa hukumnya ke Polrestabes Medan. |
Mediaapakabar.com - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Medan Azwir Agus mengaku menunggu laporan korban, Marulak Manihuruk (56) yang merasa dirinya ditipu oleh oknum pengacara di Kota Medan, Jonen Naibaho.
Hal itu bertujuan untuk mengklarifikasi bagaimana proses terjadinya kasus tersebut. Meski begitu, Azwir mengatakan laporan ke Peradi Medan bersifat hak bukan kewajiban.
“Kita kan disini ada Dewan Kehormatan, nanti akan diperiksa laporan korban dan klarifikasi terhadap terlapor (Jonen Naibaho). Ada atau tidaknya laporan, yang bersangkutan tetap akan diklarifikasi. Tapi alangkah baiknya ada laporan atau permohonan," katanya kepada wartawan, Kamis (12/9/2024).
Hanya saja, Azwir belum mengetahui duduk permasalahannya kasus tersebut. Karena Jonen Naibaho sendiri belum melapor ke DPC Peradi Medan.
"Tapi intinya, bahwa subjek perbuatan advokat itu apabila dalam konteks surat kuasa maka dia dalam rangka menjalankan profesinya. Tidak bisa dituntut secara pidana dan mempunyai hak imunitas, selama dia beritikad baik," jelas Azwir.
Namun, apabila pekerjaan itu di luar konteks surat kuasa atau tidak disebutkan dalam surat kuasa, maka itu jadi tanggung jawab advokat tersebut.
"Kita gak tau kasusnya ini, dalam rangka menjalankan profesi atau tidak," ucapnya.
Azwir tak membantah akan memberikan sanksi etik jika Jonen Naibaho menjadi tersangka.
"Jika yang bersangkutan jadi tersangka, pasti ada dikenakan sanksi etik. Sanksi etik berupa peringatan, skorsing atau pemecatan sebagai advokat," pungkasnya.
Sebelumnya, Jonen Naibaho dilaporkan ke Polrestabes Medan oleh mantan kliennya terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan sebesar Rp130 juta.
Laporan itu tertuang dengan Nomor: STPL/B/2281/VIII/2024/SPKT RESTABES MEDAN/POLDA SUMUT, dengan pelapor atas nama Marulak Manihuruk (56) warga Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
Marulak mengatakan, kasus ini berawal ketika Jonen (terlapor) yang merupakan mantan kuasa hukumnya menangani kasus permasalahan sengketa tanah di Kabupaten Samosir, Sumut.
Ketika itu, lanjut Marulak, perkara tersebut kalah di Pengadilan Negeri (PN) Balige. Namun, pihaknya melakukan perlawanan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
“Saat itu, saya kenal dengan Jonen. Jonen ini menjanjikan saya kalau ada uang Rp200 juta, perkara saya bisa menang di tingkat banding. Karena dia punya teman di PT Medan," ucap Marulak kepada wartawan, Kamis (29/8/2024).
Selanjutnya, pada Sabtu (4/3/2024) sekitar pukul 16.00 WIB, Marulak menyerahkan kepada Jonen Naibaho uang sebesar Rp100 juta. Adapun uang tersebut diserahkan karena terlapor menjanjikan memenangkan perkara pelapor.
Kemudian, pada tanggal 14 April 2024, pelapor mentransfer kepada Jonen Naibaho uang sebesar Rp50 juta.
“Kemudian saya juga telah menyerahkan uang tunai sebesar Rp70 juta. Jadi total yang telah diterima Jonen adalah Rp220 juta untuk mengurus agar perkara saya menang di PT Medan,” tandas Marulak.
Namun, apa yang dijanjikan Jonen Naibaho tidak sesuai, perkara tersebut kalah. Jonen berjanji akan memulangkan uang yang telah diberikan jika perkara yang diurusnya kalah.
“Jonen baru memulangkan uang sebesar Rp90 juta dari uang telah diterimanya sebesar Rp220 juta. Sisanya Rp130 juta tak kunjung dikembalikan. Saya juga telah mencoba menghubungi Jonen namun tidak aktif,” ujarnya.
Merasa dirugikan, pada tanggal 14 Agustus 2024, dia melaporkan Jonen Naibaho ke Polrestabes Medan atas dugaan melanggar Pasal 378 Subs Pasal 372 KUHPidana.
Secara terpisah, Jonen Naibaho ketika dimintai tanggapan atas dirinya dilaporkan ke Polrestabes Medan mengatakan laporan itu hal yang biasa. Namun, dia mengaku sudah memulangkan uang tersebut sebesar Rp90 juta.
“Sudah saya kembalikan Rp90 juta dan sisa uang itu biaya penanganan perkara sesuai kwitansi,” ujar Jonen Naibaho. (MC/DAF)