Ket Foto: Made Klemeng, ayah terdakwa Nyoman Sukena, saat ditemui di rumahnya di Banjar Karang Dalem, Desa Bongkasa Pertiwi, Badung, Selasa (10/9/2024). |
Mediaapakabar.com - Made Klemeng trenyuh melihat sang cucu yang merindukan sosok ayahnya, Nyoman Sukena, yang tak kunjung pulang selama beberapa bulan. Dia menilai pertanyaan itu penting bagi seorang anak berusia sekitar 7 tahun yang merindukan sang ayah.
Klemeng dan keluarga sepakat untuk merahasiakan perkara yang mendera anak mereka, Nyoman Sukena. Pria 38 tahun itu menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar lantaran memelihara landak jawa.
Klemeng cuma bisa bilang kepada sang cucu, bahwa ayahnya sedang menempuh kuliah sehingga tak punya banyak waktu untuk di rumah. "Setelah pintar nanti, bapak pasti pulang," begitu kata Klemeng saat menuturkan percakapannya dengan sang cucu beberapa waktu lalu.
Klemeng bersyukur mendapat banyak dukungan dan dorongan dari kerabat maupun masyarakat. Ia berharap anaknya bisa bebas. Nyoman Sukena memiliki dua anak dan istri yang masih harus ditanggung.
"Sukena punya dua anak. Yang satu SMP, yang kecil itu SD, kelas 1 SD. Keluarga semua di sini, masih ada yang jaga. Banyak yang merawat," kata Klemeng, ditemui di kediamannya, Selasa (10/9/2024).
Klemeng dan keluarga syok setelah tahu Sukena diadili gegara pelihara landak. Sebagai orang awam, dia tak pernah tahu bahwa landak jawa adalah satwa yang dilindungi undang-undang.
"Nggih tan uning (tidak tahu-dilindungi). Saya nggak sekolah dulu, nggak tahu apa-apa. Nggak punya HP," sambung kakek yang memperkirakan usianya kini sekitar 65 tahun itu.
Klemeng ingat, sore itu, ia menerima kedatangan beberapa petugas berpakaian serba putih-hitam di rumahnya di Banjar Karang Dalem, Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Petugas datang mengambil empat ekor landak yang dipelihara Sukena.
"Sudah diizinkan (disita). Sulit ditangkap karena ada duri. Anak saya yang membantu," ujar Klemeng.
Dia tak pernah mengira Sukena akan terjerat masalah hukum. Sukena menjalani wajib lapor setelah landak itu diamankan. Klemeng tak pernah diberi tahu karena anaknya selalu beralasan pergi untuk mengurusi keperluan lain.
"Saya kira nggak akan jadi masalah seperti sekarang. Anak saya ditangkap," tuturnya.
Kasus hukum yang menjerat Sukena berawal dari ayah mertua Sukena yang menemukan dua landak kecil di ladang, kemudian dirawat hingga besar. Setelah ayah mertua meninggal, Sukena memutuskan merawat dua landak itu karena kasihan. Klemeng tak mampu mengingat kapan landak itu dibawa ke rumah.
"Pokoknya sudah lama. Maaf saya pikun-pikunan. Kalau lima tahun lebih, ada. Dari yang dulunya (landak) kecil, dua ekor. Sekarang sudah punya dua anak lagi. Jadi empat ekor," tutur Klemeng.
Sukena lantas membuat kandang berbahan besi. Ukurannya sekitar 1x1,5 meter kemudian dicat warna hijau. Sukena memberikan landak-landak itu makan seperti biasa. Kadang diberi menu yang sama dengan yang ada di rumah.
"Anak saya suka. Setiap hari dikasih makanan yang ada di rumah. Malam-malam itu landak di kandang ribut, asyik makan kelapa bunyinya keras. Pernah dikasih (batu/biji) durian, batunya dimakan habis. Senang lihatnya," kenang Klemeng.
Klemeng tahu anaknya ingin dua spesies landak Jawa atau Hystrix javanica itu nyaman seperti di habitatnya, sehingga bisa tumbuh baik. Dan terbukti, landak yang tadinya dua ekor bisa berkembang biak menghasilkan dua anak.
Klemeng mengakui, Sukena adalah sosok penyayang binatang. Ia memelihara banyak hewan di rumahnya. Beragam jenis burung dalam sangkar menghiasi setiap sudut rumah.
Pembawaan Sukena yang sayang binatang sudah ditunjukkan sejak belia. Sukena juga gemar berkebun, sehingga ia punya banyak koleksi tanaman hias di halaman rumahnya.
"Aktivitasnya hanya itu. Sehari-hari kan jadi pekerja harian, serabutan. Istrinya juga. Bantu-bantu buat tanaman hias," ucapnya.
Menurutnya, landak banyak ditemui di Desa Bongkasa. Landak-landak itu biasa keluar di malam hari di tegalan warga. Sehingga warga berpikiran menangkar hewan itu menjadi hal biasa.
Sukena ditangkap Ditreskrimsus Polda Bali pada 4 Maret 2024. Empat ekor landak yang dipelihara Sukena merupakan spesies landak yang dilindungi. Landak itu sudah dibawa BKSDA.
Nyoman Sukena didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE). Selain terancam lima tahun penjara, Sukena juga terancam membayar denda mencapai Rp 100 juta.
Ibu Sukena, Ni Nyoman Ujung (60) berharap ada pertimbangan lain sehingga Sukena bisa mendapatkan keringanan atau pengampunan dari jeratan hukum. Nyoman sudah mendengar kabar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali yang menaruh perhatian atas kasus ini sehingga ada upaya terbaik untuk anaknya.
"Yen tiang (kalau saya) nggak mau berpikir apa ada yang tidak suka dengan anak saya, atau ada masalah dengan keluarga saya akhirnya dilaporkan begini. Tapi saya berdoa saja sekarang, mudah-mudahan cepat selesai masalahnya," tugas Nyoman. (DTC/MC)