![]() |
Ket Foto: Pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung (kedua kanan) dan Rano Karno (ketiga kanan). |
Mediaapakabar.com - Pilihan Megawati Soekarnoputri menolak mencalonkan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama di Pilgub Jakarta dilatari 'hitung-hitungan politik' dengan Prabowo Subianto dan Joko Widodo, kata pengamat. Pramono Anung dipilih sebagai 'jalan tengah' demi kepentingan politik jangka panjang partai berlogo kepala banteng itu.
Sehingga, bukan kemenangan yang dicari PDIP di Pilkada Jakarta, tapi investasi politik jangka panjang.
Agar bisa tetap berkomunikasi dengan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih, tambah pengamat.
Di sisi lain, Sekretaris Tim Pemenangan Pilkada PDIP, Aria Bima mengaku “kaget” atas pencalonan Pramono Anung-Rano Karno, tapi pilihan ini sudah melalui “kontemplasi” oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Anies masih punya peluang meskipun “kecil” untuk memperoleh tiket di Pilkada Jakarta. Partai Buruh menghibur dengan mengatakan masih konsisten mengusung Anies, meskipun harus bergerilya mencari sekutu agar memenuhi ambang batas pencalonan.
"Saya Pramono Anung Wibowo dengan Rano Doel Karno mendaftarkan diri menjadi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dari PDI Perjuangan," kata Pramono usai menyerahkan dokumen pendaftaran di kantor KPUD Jakarta.
Dalam orasi, keduanya mengaku terkejut dengan keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri.
“Saya dan Bang Doel terus terang, terutama saya pribadi, termasuk Bang Doel, sama sekali, lima hari yang lalu pun membayangkan menjadi calon itu juga tidak,” kata Pramono.
Rano Karno ikut menimpali. “Tadi malam saya baru diperintahkan oleh ibu ketua umum, untuk membantu membenahi Jakarta… ‘Saya perintahkan kamu, dan ini hak prerogatif ketua umum, tidak ada diskusi, dampingi Pak gubernur Pramono Anung’,” kata Rano Karno menirukan percakapan dengan Megawati.
Saat mendaftarkan diri, pasangan ini juga didampingi oleh mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, politikus PDIP yang menjabat menteri sosial Tri Rismaharini dan Sekretaris Tim Pemenangan Pilkada PDIP, Aria Bima.
“Saya juga kaget,” kata Aria Bima saat ditemui BBC Indonesia usai pendaftaran calon.
“Banyak kader-kader yang cukup terkaget... Karena opsional pertama yang muncul di dalam internal, termasuk Anies dan Mas Rano, kemudian Ahok dan Mas Rano, (tapi) munculnya Mas Pram,” tambahnya.
Namun, kata dia, para kader PDIP percaya dengan “kontemplasi dan perasaan” Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memilih Pramono-Rano untuk menjawab persoalan “kebutuhan rakyat Jakarta.”
“Kami percaya kontemplasi dan feeling-nya Ibu Mega akan tepat lebih pada kebutuhan rakyat Jakarta saat ini itu apa? Permasalahan rakyat Jakarta itu apa? Dan sosok yang mampu menyesuaikan kepemimpinan rakyat Jakarta ini apa?
Di situlah setelah melihat informasi dan masalah Jakarta sangat tepat kalau Mas Pramono dan Mas Rano ini menjadi sosok yang diajukan PDI Perjuangan,” kata Bima.
Beberapa pengamat politik menilai PDIP sudah “siap kalah” di Pilkada Jakarta dengan mencalonkan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai jagoan.
Pesaing utama mereka adalah Ridwan Kamil-Suswono atau pasangan RIDO yang didukung koalisi gemuk gabungan 15 parpol yaitu PKS, Golkar, PKB, PAN, NasDem, Demokrat, PPP, PSI, Gelora, Perindo, Partai Garuda, PKN, Prima, dan PBB.
Analis komunikasi politik dari Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menilai, kans kemenangan RIDO lebih besar dibandingkan pasangan Pramono-Rano.
Salah satunya karena pasangan RIDO ikut didukung PKS yang menjadi parpol nomor satu dalam perolehan suara termasuk kursi parlemen di Jakarta pada pemilu legislatif 2024. PKS memperoleh 1 juta suara, dan 18 kursi di parlemen.
Sumber: BBC