Pengaruh PPN Naik 12 Persen Pada Masyarakat

Media Apakabar.com
Kamis, 14 Maret 2024 - 14:18
kali dibaca

Infografis Tarif PPN Bakal Naik jadi 12 Persen di Tahun 2025

Mediaapakabar.com
- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pajak pertambahan nilai (PPN) akan tetap naik menjadi 12 persen mulai 01 Januari 2025 meski presiden berganti.

Menurutnya, hal itu karena Prabowo-Gibran yang unggul dalam Pilpres 2024 akan melanjutkan program Presiden Joko Widodo (Jokowi) termasuk dalam urusan perpajakan.

" Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tetap kalau berkelanjutan 
berbagai program yang dicanangkan pemerintah tetap akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN," ujarnya pada pers, Jumat (08/03/2024).

Kenaikan PPN tersebut sejalan dengan UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dimana, ditetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.

PPN adalah pajak pertambahan nilai atau biaya tambahan yang harus dibayarkan konsumen saat membeli barang. 
Namun, tidak semua hal yang dibeli dikenakan PPN, melainkan hanya Barang Kena Pajak (BKP).

PPN yang dikenakan ke konsumen ada dua jenis. Pertama, dipungut dan ditentukan besarannya oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang disebut PB1.

PB1 saat ini masih sebesar 10 persen. PB1 dikenakan kepada konsumen, misalnya ketika makan di restoran. Pajak ini 
adalah tambahan biaya dari keseluruhan pembelian konsumen yang dipungut oleh pemda untuk keperluan daerah yang 
bersangkutan.

Berdasarkan Undang-Undang No 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) pasal 58 ayat 1, PB1 merupakan bagian dari Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang ditetapkan sebesar 10 persen.

Adapun objek PBJT adalah makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir dan jasa kesenian/hiburan.

Sementara, PPN secara umum yang akan dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025 dari saat ini 11 persen adalah yang 
dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Untuk PPN secara umum diatur melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Subjek PPN ini adalah perusahaan yang masuk sebagai wajib pajak (WP) Badan.

Meski subjek PPN adalah perusahaan, namun tarif tersebut dipungut kepada konsumen. Jadi perusahaan hanya sebagai 
pemungut pajak perantara konsumen dan pemerintah.

Beberapa transaksi yang dikenakan PPN adalah pembelian rumah, kendaraan bermotor, layanan internet, sewa toko 
dan apartemen hingga jasa langganan netflix Cs. Artinya, jika PPN naik, maka harga barang-barang dan jasa tersebut 
sudah pasti ikut terkerek.

Meski PPN tidak dikenakan untuk bahan pokok seperti, ayam, gula, beras dan sebagainya. Namun, akan tetap 
berdampak pada daya beli masyarakat meski tidak secara langsung.

Direktur Center of Economic and Law (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan PPN yang menjadi 12 
persen pada tahun depan terbilang cukup tinggi dan pasti akan menekan daya beli masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah.

Oleh karenanya, sektor otomotif dan real estat yang saat ini mulai bangkit dikhawatirkan ikut terdampak.

" Khawatir belanja masyarakat bisa turun, penjualan produk sekunder seperti elektronik, kendaraan bermotor, rumah 
bisa melambat," jelasnya. 

Berikut objek PPN di UU HPP: 

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan 
oleh pengusaha.

2. Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

3. Ekspor BKP dan/atau JKP

4. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan

5. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. (MC/ZF)
Share:
Komentar

Berita Terkini