Aparat Desa Dukung Prabowo-Gibran Dianggap Wujud Demokrasi Tanpa Etika

REDAKSI
Selasa, 21 November 2023 - 20:35
kali dibaca
Ket Foto: Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati. 

Mediaapakabar.com
Sinyal dukungan politik dari aparatur pemerintahan desa kepada pasangan capres-cawapres nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai menjadi wujud praktik demokrasi yang berjalan tanpa etika. 

"Mobilisasi kepala desa ini memperlihatkan demokrasi tanpa etika dan moralitas. Terlalu banyak manuver politik yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan," kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, saat dihubungi pada Senin (20/11/2023). 


Neni mengatakan, aparatur pemerintahan desa sebaiknya tidak terseret dalam pusaran persaingan politik dengan alasan apapun supaya tidak merusak praktik demokrasi di tengah masyarakat. Jika para aparatur pemerintahan desa tidak mengindahkan UU Pemilu dan UU Desa, maka menurut Neni hal itu menjadi sinyal akan terjadinya potensi dugaan pelanggaran dalam Pemilu dan Pilpres 2024. 


"Dukungan perangkat desa yang memberikan sinyal dukungan kepada pasangan Prabowo-Gibran tidak etis dan merusak tatanan demokrasi. Meskipun dilakukan di luar tahapan kampanye, tetapi ini menjadi awal potensi dugaan pelanggaran yang rentan terjadi," ucap Neni. 


"Dan tidak menutup kemungkinan menurunkan kualitas demokrasi dalam proses penyelenggaraan Pemilu," sambung Neni. 


Neni juga mengingatkan aparatur pemerintahan desa terdapat ancaman pidana penjara dan denda jika mereka tidak netral dalam Pemilu atau Pilpres. 


Panduan sikap aparatur pemerintahan desa dalam menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemilihan umum (Pemilu), dan pemilihan presiden (Pilpres) diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 


Di dalam kedua beleid itu dipaparkan dengan jelas aparatur pemerintahan desa wajib bersikap netral. 


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa dilarang menjadi pelaksana/tim kampanye paslon capres-cawapres. 


Pelanggaran atas hal ini berakibat pidana maksimum 1 tahun penjara dan denda Rp 12.000.000. Kepala desa pun bisa dikenakan pidana yang sama bila melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu. 


Kemudian, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan/tertulis. 


Hal itu termuat dalam Pasal 29 dan 30 serta 51 dan 52 UU Desa. Jika sanksi administratif itu tak dilaksanakan, mereka bisa diberhentikan sementara dan dilanjutkan dengan pemberhentian. 


Sebelumnya diberitakan, sejumlah organisasi yang menaungi para aparat pemerintahan desa menyelenggarakan kegiatan dengan mengundang calon wakil presiden nomor 02 Gibran Rakabuming Raka. 


Meski tidak menyampaikan dukungan politik secara langsung, tetapi sejumlah peserta yang hadir mengenakan pakaian yang berisi kalimat dukungan politik kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 


Sinyal itu terlihat ketika mereka menggelar acara bertajuk "Silaturahmi Nasional Desa 2023" di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11/2023), yang dihadiri oleh Gibran.


Para perangkat desa yang hadir berasal dari berbagai organisasi, yaitu APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) yang merupakan organisasi kepala desa aktif, DPN PPDI (Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia), ABPEDNAS (Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional), DPP AKSI (Asosiasi Kepala Desa Indonesia), juga KOMPAKDESI (Komunitas Purna Bakti Kepala Desa Seluruh Indonesia). 


Kemudian ada pula PABPDSI (Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia), DPP PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia), serta Persatuan Masyarakat Desa Nusantara. 


Gibran pun didaulat untuk berpidato dalam acara tersebut, meski Wali Kota Solo itu tidak menyinggung soal dukung-mendukung dalam pidatonya yang cukup singkat. 


"Ini tadi masukan-masukan aspirasi dari para pimpinan ketua-ketua organisasi desa sementara kami tampung dulu. Mungkin minggu depan kita jadwalkan ketemu saya ya Pak biar bisa kita detailkan lagi kita carikan solusi bersama-sama," kata Gibran, Minggu sore. 


Koordinator Nasional Desa Bersatu Muhammad Asri Anas mengklaim, tindakan para perangkat desa itu bukanlah bentuk kampanye. Namun, ia tidak menutup peluang bahwa kepala desa, perangkat desa, dan anggota permusyawaratan desa bakal mengampanyekan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di balik layar. 


"Jadi begini, kalau ada menuduh bahwa ini menggerakkan ini berkampanye, ini tidak berkampanye. Tapi apakah organisasi bisa menyampaikan aspirasi kepada salah satu calon presiden? Oh, bisa dong. Bupati saja bisa," kata Anas kepada wartawan, Minggu. 


Hasil Mobilisasi Jokowi "Apa bedanya bupati pertemuan dengan partai politiknya secara implisit mendukung calon tertentu? Yang pasti kami berkomitmen tidak akan berkampanye, tidak akan memberikan dukungan terbuka, kalau tertutup ya sudahlah ya. Namanya menyampaikan aspirasi, masa beraspirasi tidak diberikan support," pungkasnya. (KC/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini