Ket Foto: Karyawan menunjukkan emas batangan yang dijual di Butik Emas, Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) |
Mediaapakabar.com - Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang Tbk. atau yang dikenal dengan Antam naik pada Kamis (1/6/2023). Kenaikan ini mengikuti pergerakan harga emas dunia yang sudah naik tiga hari beruntun.
Berdasarkan data dari situs resmi milik PT Antam, logammulia.com, harga emas naik Rp 4.000/gram. Emas dengan berat 1 gram dibanderol Rp 1.060.000/batang, tertinggi dalam dua pekan terakhir.
Kemarin harga emas dunia naik tipis 0,16% ke kisaran US$ 1.962/troy ons, sehari sebelumnya naik 0,84%. Harga emas dunia mampu naik meski Amerika Serikat (AS) akan bisa menghindari gagal bayar (default).
Batas utang AS sebentar lagi akan dinaikkan, tinggal menunggu persetujuan dari Senat. Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy sepakat untuk menaikkan pagu utang. Kesepakatan keduanya juga disetujui oleh DPR, sehingga selangkah lagi Amerika Serikat lepas dari risiko "kebangkrutan", dan terhindar dari "malapetaka" ekonomi.
Dalam kondisi tersebut, emas yang menyandang status safe haven seharusnya kurang diuntungkan. Tetapi nyatanya malah mampu menguat, hal ini bisa menjadi kabar baik.
Emas batangan di dalam negeri juga diuntungkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ketika rupiah melemah, jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli emas dunia yang dibanderol dengan dolar AS menjadi lebih banyak, dengan kata lain lebih mahal.
Rupiah sudah melemah dalam hari beruntun, bahkan kemarin sempat menyentuh Rp 15.000/US$. Pelemahan terjadi akibat memburuknya perekonomian China.
Data dari pemerintah yang dipimpin Presiden Xi Jinping menunjukkan tingkat pengangguran usia 16 - 24 tahun menembus 20,4% pada April lalu, menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah.
Hal ini menunjukkan pemuda di China kesulitan mendapat pekerjaan. Padahal, kebanyakan dari mereka merupakan lulusan universitas, yang tentunya menyandang gelar akademik, misalnya sarjana.
Itu baru yang terdata sebagai pengangguran, Yao Lu, profesor sosiologi di Universitas Columbia di New York mengatakan setidaknya seperempat lagi dari lulus universitas merupakan setengah pengangguran. Yang artinya mereka bekerja paruh waktu atau mengambil pekerjaan yang di bawah kualifikasi mereka dengan gaji yang rendah.
Kondisi ini semakin rumit jika melihat sektor manufaktur China yang mengalami kontraksi, artinya tidak ada perekrutan tenaga kerja, bisa jadi justru PHK yang ada.
Kondisi China yang memburuk dan merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia tentunya berdampak negatif ke dalam negeri, termasuk rupiah. (CNBC/MC)