KontraS: Pemerintah Arogan Tak Minta Maaf ke Korban Pelanggaran HAM Berat

REDAKSI
Kamis, 04 Mei 2023 - 18:08
kali dibaca
Ket Foto: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak akan meminta maaf kepada korban dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di masa lalu.

Mediaapakabar.com
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak akan meminta maaf kepada korban dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di masa lalu.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai bahwa pernyataan tersebut adalah bukti arogansi negara dan upaya semu penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.


“Kami menilai, pernyataan tersebut secara terang menunjukkan wajah arogansi negara atas luka dan dosa yang telah ditorehkan kepada para keluarga korban Pelanggaran HAM Berat masa lalu,” kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangannya, dilansir Kamis (4/5/2023).


Fatia menjelaskan, pengakuan tanpa permintaan maaf, pertanggungjawaban dan akuntabilitas negara dalam menyelesaikan kasus hanyalah semu dan tidak memberi keadilan bagi korban. Permintaan maaf disebut sebagai wujud reparasi simbolis sebagai awal pengakuan kesalahan dan menempatkan korban yang dirampas haknya.


“Pengakuan dan permintaan maaf harus ditindaklanjuti dengan serangkaian tindakan politik lainnya seperti mengembalikan hak-hak korban dan keluarga korban serta tindakan hukum dengan mengadili para terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujar dia.


Dia mengatakan, menurut hukum yang berlaku universal, negara sebagai duty bearer memiliki kewajiban yang harus dilakukan secara holistik pada Pelanggaran HAM berat dengan berupa, kewajiban mengingat (duty to remember), kewajiban untuk menuntut pidana (duty to prosecute), kewajiban untuk mengembalikan keadaan korban (duty to redress) serta kewajiban untuk menjamin tak ada lagi repetisi pelanggaran HAM (non-recurrence).


KontraS merasa, pemerintah berusaha menitikberatkan penyelesaian non-yudisial dengan tidak akan mencari pelaku.


“Pernyataan tersebut jelas kembali mempertontonkan impunitas atau kekebalan hukum pada para pelanggar HAM di Indonesia. Meski Pemerintah mengakui telah terjadi peristiwa Pelanggaran HAM Berat masa lalu, tetapi Pemerintah tidak memproses hukum para pelakunya,” kata Fatia.


Ada beberapa poin yang didesak oleh KontraS merespons pernyataan Mahfud tersebut. Pertama meminta Presiden meminta maaf terhadap para korban, penyintas dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di Indonesia atas dampak yang muncul akibat peristiwa yang terjadi serta dari pengabaian pemenuhan atas keadilan dan hak lainnya sampai hari ini.


Kemudian, pemerintah diminta lakukan penuntasan pelanggaran HAM berat secara menyeluruh lewat proses hukum, pengungkapan kebenaran, pemulihan para penyintas dan keluarga korban serta menjamin ketidak berulangan pelanggaran HAM berat berikutnya di masa depan.


Presiden juga didesak bisa mendorong penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu melalui mekanisme judicial menggunakan UU Nomor 26 Tahun 2000 dengan memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.


Diberitakan sebelumnya, dijelaskan Mahfud bahwa permintaan maaf tidak termasuk dalam rekomendasi oleh Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran (TPP) HAM berat di masa lalu. Pemerintah lebih memilih opsi mengakui dan menyesalkan pelanggaran HAM berat itu pernah terjadi.


"Jadi, tidak ada permintaan maaf dan tidak ada perubahan status hukum terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu, yaitu misalnya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966, itu tetap berlaku," kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Selasa (2/5/2023) lalu. (IDN/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini