Tolak Politikus Jadi Jaksa Agung, Calon Jaksa Gugat UU Kejaksaan ke MK

REDAKSI
Minggu, 09 April 2023 - 19:55
kali dibaca
Ket Foto: Ilustrasi.

Mediaapakabar.com
Analis Penuntutan/Calon Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, Wakai, Jovi Andrea Bachtiar menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jovi berharap agar Jaksa Agung berasal dari institusinya dan bukan dari politisi/anggota DPR.

Jobi melakukan uji materiil Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Kejaksaan. Pasal 20 berbunyi:


Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d. Berijazah paling rendah Sarjana Hukum;

e. Sehat jasmani dan rohani; dan

f. Berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.


"Pasal 20 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak mencakup juga syarat 'g. Lulus Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ); h. berstatus sebagai Jaksa aktif atau Pensiunan Jaksa berpangkat jabatan terakhir paling rendah Jaksa Utama (IV/e); dan i. Tidak pernah dan tidak sedang terdaftar sebagai anggota dan/atau pengurus partai politik'," demikian petitum Jovi yang dikutip dari website MK, Minggu (9/4/2023).


Menurut Jovi, Pasal 20 UU Kejaksaan menurut Pemohon membuka ruang kesempatan dengan sangat mudah bagi seseorang yang tidak pernah mengalami berbagai hal dan tahapan proses sebagai jaksa untuk menjadi Jaksa Agung.


Padahal, kisah Jovi, ia sendiri telah bersusah payah merintis karir sebagai seorang Analis Penuntutan selama 1 - 2 tahun dan mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) selama berbulan-bulan agar dapat diangkat sebagai seorang jaksa. Sehingga Pasal 20 UU Kejaksaan tersebut dinilainya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.


"Tanpa mengikuti PPPJ, di mana Pemohon hanya untuk mengubah status dari analis penuntutan menjadi calon jaksa harus lulus pelatihan yang diadakan di Badiklat Kejaksaan RI. Dan ada kemungkinan tidak lulus jika ada penilaian pimpinan itu tidak layak untuk dinyatakan lulus dan dilantik," sampai Jovi.


Judicial review itu telah disidangkan di MK dihadapan sidang yang dipimpin Suhartoyo dengan didampingi Wahiduddin Adams dan Enny Nurbaningsih. Wahiduddin memberikan nasihat mengenai kerugian konstitusional yang dijelaskan belum menukil pada permohonan. Selain itu belum pula diuraikan hubungan sebab-akibat dari keberlakuan norma dengan kerugian yang potensial dialami Pemohon.


"Pada Petitum yang terdapat pada permohonan ada hal-hal yang tidak lazim dan berbeda dari permohonan yang pernah dimohonkan ke MK," ucap Wahiduddin.


Selanjutnya Enny meminta mempertajam alasan gugatan Jovi.


"Tunjukkan ada atau tidaknya kerugian konstitusional yang faktual atau potensial. Untuk tax payer ini tidak perlu karena tidak berkaitan dengan undang-undang perpajakan," sebut Enny.


Sementara Suhartoyo dalam nasihatnya menyebutkan perlu argumentasi yang padat dan substantif dari permohonan sehingga runutan dari permohonan menjadi lebih ringkas dan jelas. Selain itu, berkaitan dengan legal standing sebaiknya diuraikan kerugian yang potensial, sebab Pemohon belum memenuhi syarat mencalonkan diri menjadi jaksa di masa yang dekat.


"Berikan pandangan perbedaan dipimpin jaksa agung yang karier dengan yang tidak karir, berikan narasi-narasinya," sebut Suhartoyo.


Suhartoyo MK memberikan waktu selama 14 hari ke depan bagi Jovi untuk memperbaiki permohonan. Naskah perbaikan diserahkan selambat-lambatnya pada 17 April 2023. (DTC/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini