Klaim Jadi Korban Perintah Pimpinan, Teddy Minahasa: Ada ''Perang Bintang'' di Tubuh Polri

REDAKSI
Jumat, 28 April 2023 - 23:31
kali dibaca
Ket Foto: Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa Putra menyebut ada "perang bintang" di internal Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang membuat dirinya ikut terseret hingga menjadi pesakitan kasus narkoba.

Mediaapakabar.com
Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa Putra menyebut ada "perang bintang" di internal Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang membuat dirinya ikut terseret hingga menjadi pesakitan kasus narkoba.

Hal ini dikatakan Teddy saat membacakan duplik dalam sidang lanjutan kasus narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jumat (28/4/2023).


"Majelis Yang Mulia, tidak bermaksud menyimpang dari pokok-pokok persoalan tetapi perlu saya utarakan kembali terkait dengan penyampaian Direktur Reserse Narkoba dan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Bapak Mukti Jaya dan Bapak Doni Alexander kepada saya," kata Teddy.


Ia mengklaim telah dibisikkan bahwa kasus yang menjeratnya ialah "perintah pimpinan". Bahkan Teddy menyebut Mukti Jaya dan Doni Alexander sampai harus meminta maaf kepada dirinya.


"Mohon maaf Jenderal, mohon ampun Jenderal ini semua atas perintah pimpinan. Mengisyaratkan ada tekanan atau desakan dari pimpinan dalam tanda kutip, 'agar saya tersesat dalam kasus ini'," kata Teddy menyimpulkan.


"Patutlah saya menarik suatu kesimpulan bahwa di internal Polri telah terjadi persaingan yang tidak sehat atau adanya nuansa perang bintang," ucap Teddy.


Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Jon Sarman Saragih itu, terdakwa Teddy Minahasa menyatakan menolak dan keberatan atas seluruh dakwaan tuntutan serta replik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum.


"Secara umum saya menyatakan menolak dan keberatan atas dakwaan tuntutan serta replik yang disampaikan jaksa penuntut umum Sikap penolakan dan keberatan saya bukanlah tanpa dasar bukan tanpa alasan bukan sebuah asumsi dan bukan mengada ada melainkan dilandasi oleh fakta yang sebenarnya terjadi dan fakta di persidangan terutama pada tahap pembuktian," kata Teddy.


Selain merasa telah terjadi pemutarbalikan fakta, Teddy juga menuding bahwa dirinya merupakan korban dari konspirasi elit hukum serta dikorbankan dari perang bintang yang terjadi di tubuh institusi Polri.


Jendral bintang dua tersebut juga menganggap JPU tidak punya rasa kasihan sama sekali dan hanya memiliki syahwat serta ambisi untuk menjebloskan dirinya, lantaran tidak mempertimbangkan prestasi dan apa yang telah diberikannya terhadap bangsa dan negara selama di Kepolisian.


Teddy mengklaim pernah mencegah terjadinya konflik sosial yang berpotensi menimbulkan banyak korban jiwa, serta mencabut baiat terhadap 1.157 anggota Negara Islam Indonesia, hingga memberikan kemudahan pelayanan pengurusan SIM, STNK dan BPKB saat dirinya di bidang pelayanan lalu lintas.


Dalam pembacaan nota pembelaannya, Teddy juga menyebut seluruh alat bukti yang disampaikan tidak satu pun yang mampu membuktikan dirinya terlibat dalam kasus tersebut.


Keseluruhan alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 184 kuhap tidak ada satu pun yang mampu membuktikan bahwa saya terlibat dalam kasus ini, Justru dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum yang sangat rapuh tampaknya berbobot tetapi sesungguhnya isinya kopong", ujar Teddy.


"Jaksa penuntut umum juga tidak ragu-ragu mengancam dan mengintimidasi saya agar saya mengaku, jika tidak mengaku akan dituntut mati. Ternyata benar saya dituntut dengan ancaman hukuman mati," kata Teddy.


Teddy Minahasa terjerat kasus peredaran narkoba. Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyatakan mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa telah memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu untuk diedarkan.


Kejadian bermula ketika Polres Bukittinggi memusnahkan 40 kilogram sabu hasil pengungkapan kasus. Teddy Minahasa lalu diduga memerintahkan Dody yang menjabat Kapolres Bukit Tinggi untuk menukar sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas.


Teddy Minahasa juga dinyatakan telah memerintahkan Dody membawa sabu tersebut ke Jakarta untuk dijual ke seorang saksi bernama Anita alias Linda Pujiastuti.


Setibanya sabu itu di Jakarta, Linda lalu berperan untuk menjual sabu tersebut secara acak melalui mantan Kapolsek Kalibaru, Kasranto. Linda diduga mendapatkan sejumlah uang dari hasil penjualan sabu.


Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya akhirnya berhasil membongkar penggelapan barang bukti narkoba melalui sejumlah rangkaian pengungkapan kasus narkotika.


Atas perbuatannya, Teddy Minahasa disangkakan Pasal 114 ayat (3) sub Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.


Dalam tuntutannya, JPU menuntut jenderal bintang dua itu dengan hukuman mati. Sementara Linda Pujiastuti dituntut penjara 18 tahun.


Adapun sidang pembacaan vonis kepada Teddy Minahasa direncakan akan digelar pada 9 Mei 2023. (BC/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini