Kejati Sumut Hentikan 25 Perkara dengan Proses RJ di Kuartal I Tahun 2023

REDAKSI
Kamis, 27 April 2023 - 16:26
kali dibaca
Ket Foto: Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Jalan AH Nasution Medan.


Mediaapakabar.com – Hingga kuartal I tahun 2023 (sampai April 2023), Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) telah menghentikan 25 perkara di wilayah hukumnya dengan pendekatan keadilan restoratif (restoratif justice/RJ).


Penghentian perkara secara RJ ini dilakukan setelah sebelumnya dilakukan ekspose perkara di hadapan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI Dr. Fadil Zumhana.


Kajati Sumut Idianto SH MH melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan SH MH dalam keterangannya di Grup WhatsApp, Kamis (27/4/2023) mengatakan, bahwa penghentian penuntutan sebuah perkara dilakukan setelah sebelumnya dilakukan ekspose secara berjenjang hingga akhirnya disetujui untuk dihentikan.


Lebih lanjut Yos menyampaikan, bahwa penghentian penuntutan 25 perkara dengan proses RJ ini berasal dari beberapa Kejari dan Cabjari di wilayah hukum Kejati Sumut. 


Perkara-perkara yang berhasil dihentikan dengan RJ berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah.


Kemudian, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspon positif oleh keluarga.


Dari 25 perkara yang dihentikan penuntutannya dengan pendekatan RJ ini, lanjut Yos, diantaranya ada perkara KDRT, pencurian sawit, penganiayaan, dan kejahatan lainnya.


"Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, Kacabjari dan jaksa yang menangani perkaranya," jelasnya.


Yos menambahkan, penghentian penuntutan dengan pendekatan RJ ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula, dan masyarakat menyambut positif proses perdamaian ini. 


"Ketika tersangka dan korban berdamai, maka sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan," pungkasnya. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini