Mediaapakabar.com - Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suma lewat persidangan secara virtual, Jumat (9/12/2022) akhirnya dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan) selama 6 bulan.
Majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan didampingi anggota Eliwarti dan Rurita Ningrum dalam amar putusannya di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan menyatakan sependapat dengan JPU dari Kejati Sumut.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 2 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair JPU.
Yakni menyuruh atau turut serta melakukan secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Terdakwa berkacamata itu melakukan over kredit terhadap 93 dari 115 Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama PT Agung Cemara Realty (ACR) dengan Direkturnya Mujianto (berkas terpisah-red) yang diagunkan di Bank Sumut Cabang Tembung.
Anggota majelis Rurita Ningrum dalam pertimbangan hukumnya menguraikan, rekan terdakwa bernama Dayan Sutomo kemudian memperkenalkannya dengan pejabat di salah satu bank plat merah di Kota Medan.
Ibarat pepatah orang bijak dulu, 'Gayung Bersambut'. Walau mengetahui masih terikat agunan di Bank Sumut, pejabat dimaksud kemudian memproses permohonan Canakya Suman terhadap fasilitas Kredit Modal Kerja Konstruksi Kredit Yasa Griya (KMK KGY) untuk pembangunan perumahan Takapuna Residence di Helvetia, Kabupaten Deli Serdang.
Terdakwa, pihak bank dan notaris Elviera kemudian menemui Mujianto memberitahukan tentang adanya pelunasan utang di bank dimaksud. Setelah dikonfirmasi ke bank.
Mujianto kemudian menandatangani Akta Perjanjian Jual Beli (AJB), Surat Kuasa Menjual terhadap ke-93 SHGB tertanggal 27 Februari 2014 yang dijadikan terdakwa sebagai agunan di bank plat merah tersebut.
Fakta terungkap di persidangan, pengajuan kredit tidak sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) di perbankan atas Surat Edaran (SE) bank di Kantor Pusat tertanggal 24 Mei 2011 yang berlaku sejak 1 Juni 2011.
"Di antaranya, petugas (bank) wajib melihat langsung fasilitas yang akan dijadikan sebagai agunan, wajib memastikan keaslian dokumen kepemilikan asli kepada instansi berwenang, permohonan kredit pembangunan perumahan atas nama pihak ketiga tidak diterima sebagai agunan.
Agunan yang mengajukan terdakwa sebagai debitur masih terikat agunan kredit di bank lain juga tidak dapat diterima. Dengan demikian unsur perbuatan melawan hukumnya telah terbukti," urai Rurita Ningrum.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Hal meringankan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta masih menjadi tulang punggung keluarganya.
"Oleh karenanya menghukum terdakwa Canakya Suman dengan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan sebesar Rp14,7 miliar.
Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut maka diganti dengan pidana 2,5 tahun penjara," kata Immanuel.
Dengan demikian, vonis majelis hakim lebih ringan 3 tahun dari tuntutan JPU. Pada persidangan beberapa pekan lalu, Canakya Suman dituntut almarhum Isnayanda agar dipidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 5 bulan kurungan serta membayar UP kerugian keuangan negara Rp14,7 miliar subsidair 4,5 tahun penjara.
Baik JPU dari Kejati Sumut dihadiri Vera Tambun, terdakwa maupun tim penasihat hukumnya (PH) sama-sama memiliki hak selama 7 hari untuk pikir-pikir. Apakah menerima atau banding atas putusan yang baru dibacakan majelis hakim.
Sementara pada persidangan lalu Canakya Suman yang diperiksa sebagai terdakwa mengatakan bahwa dirinya bersedia menutup sisa kredit macet dikurangi 11 SHGB yang disita penyidik pada Kejati Sumut.
"Ada niat Saya untuk menutupinya Yang Mulia namun bagaimana bisa? Saya keburu dipenjara," terangnya.
Di persidangan terdakwa juga memohon maaf kepada Direktur PT ACR Mujianto karena nama pengusaha terkenal asal Kota Medan itu ikut terbawa-bawa dalam perkara kredit macetnya. (MC/DAF)