Ket Foto: Anggota DPRD RI dari Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan saat menjadi saksi dalam persidangan perkara ITE di Pengadilan Negeri Medan. |
Mediaapakabar.com - Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan menegaskan Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 UU RI No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi, Teknologi dan Elektronik (ITE) sudah tidak berlaku lagi usai disahkannya RKUHP oleh DPR.
Oleh sebab itu, pidana dalam hal ini seharusnya sudah dapat dihentikan karena sudah gugur secara Undang-undang.
Hal tersebut dikatakan Hinca Panjaitan yang hadir menjadi saksi dalam sidang perkara ITE dengan terdakwa Lloyd Reynold Ginting Munthe (41) warga Desa Sukamaju, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, dengan saksi korban konglomerat asal Medan, Mujanto, di Ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri Medan, Kamis (22/12/2022) sore.
Hinca yang hadir sebagai saksi meringankan untuk terdakwa ini menegaskan, bahwa sejak minggu lalu DPR melalui RKUHP telah mencabut pasal yang dituduhkan ke terdakwa ini.
"Kapasitas saya di sini sebagai wakil rakyat, bertepatan masa reses di daerah pemilihan saya (Sumut III). Saya tidak mengenal terdakwa ini tapi sejumlah ibu-ibu di Desa Sukamaju yang mengadukan nasibnya yang merasa dizolimi oleh mafia tanah. Kebetulan di Hari Ibu ini makanya saya hadir ke persidangan ini sekaligus menjelaskan tentang pasal yang sudah dihapus ini," kata Hinca.
Ditegaskan anggota Komisi III ini lagi, seharusnya perkara ini gugur karena pasalnya sudah tidak berlaku lagi.
"Jadi kenapa harus diadili lagi? Maka saya berharap hakim menerima pertimbangan saya ini. Sebab, ini fakta, pasal itu sudah tidak ada lagi. Kalau ini dipaksakan, peradilan ini tidak fair," tegas Hinca, seraya akan meminta Jaksa Agung untuk mengevaluasi dan Kapolri untuk menghentikan pasal ini ke seluruh anggotanya.
"Sebab (pasal) ini tidak ada lagi manfaatnya," tambah Hinca Panjaitan.
Disinggung terdakwa ini adalah wakil ketua DPC PDIP Kabupaten Karo sementara Hinca merupakan pentolan di Partai Demokrat, Hinca menjawab diplomatis bahwa semua warga negara semua itu sama di mata hukum.
"Jangan biarkan warna beda, perlakuan juga berbeda. Bagi saya semua itu sama berhak mendapat keadilan. Saya tidak ada melihat warnanya. Kalau di bawah berpelukan kenapa di atas tidak bersalaman," ujar Hinca.
Namun ditegaskan Hinca, soal mafia tanah di Sumut memang sudah sangat riskan dan Sumut menjadi ranking teratas dalam masalah mafia tanah.
"Itu panja (panitia kerja)-nya masih terus dan masih ada dalam memberantas mafia tanah. Jadi kita mengapresiasi kepada kejatisu yang berani menuntut Mujianto. Mafia tanah itu real ada, saya akan bawa panja ini untuk mengecek lagi di Sumut," pungkas Hinca.
Diketahui dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua Nelson Panjaitan, penasehat hukum terdakwa, Tommy Sinulingga SH MH CTL menghadirkan dua saksi meringankan dan salah satunya adalah Hinca Panjaitan.
Jaksa penuntut umum (JPU) Friska Sianipar dalam dakwaannya menguraikan, kasus ini bermula ketika terdakwa dengan sengaja dan tanpa izin mempublish muatan penghinaan terhadap Mujianto di Facebook.
"Apakah Mujianto yang disebut Mafia Tanah dalam berita ini, sama dengan Mujianto yang diduga ingin menguasai tanah pertanian di Puncak Tahun 2000 (Siosar) Kacinambun,” ucap JPU meniru postingan yang dimuat terdakwa. (MC/DAF)