![]() |
Ket Foto : Ilustrasi. |
Mediaapakabar.com - Kinerja bursa saham global di akhir pekan sebelumnya berada dalam tekanan besar seiring dengan kekuatiran akan munculnya resesi dan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The FED. The FED sendiri diperkirakan akan menaikkan bunga acuannya di pekan ini sebesar 50 basis poin, menjadi 1,5 persen.
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, ekspektasi tersebut bukan tanpa beralasan. Realisasi laju tekanan inflasi di AS yang mencapai 8.6 persen (YoY) dibulan Mei, membuat The FED tetap akan lebih agresif dalam menaikkan besaran bunga acuannya. Karena realisasi data inflasi tersebut lebih besar dari perkiraan sebelumnya sebesar 8.3 persen. Berdasarkan rilis data inflasi tersebut, bursa saham di AS maupun di Eropa bertumbangan akhir pekan kemarin.
"IHSG dan Rupiah diperkirakan akan menyusul selama sepekan kedepan. Tekanan demi tekanan akan kembali menghantam pasar keuangan global tanpa terkecuali pasar keuangan kita. Terlebih dalam sepekan kedepan, rilis data ekonomi yang seharusnya menopang laju pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan memburuk," katanya di Medan, Minggu (13/6/22).
Gunawan menjelaskan, hanya sentimen teknikal yang berpeluang membalikan keadaan. Artinya bisa saja disaat tertentu pasar keuangan berbalik menguat, tetapi itu lebih dikarenakan faktor teknikal.
Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena selain The FED yang diperkirakan akan menaikkan bunga acuan, Bank Sentral Inggris atau BoE juga akan menaikkan besaran bunga acuannya. Diperkirakan akan naik sebesar 25 basis poin.
"Bahkan, yang tak kalah penting adalah bukan hanya kewaspadaan dengan kebijakan besaran bunga acuan saja. Apa yang menjadi pertimbangan Gubernur Bank Sentral AS dalam testimoninya akan turut mempengaruhi perkembangan kinerja pasar keuangan ke depan. Karena, gambaran ekonomi yang disampaikan jauh lebih berpengaruh terhadap kinerja pasar keuangan untuk waktu yang lebih lama," jelasnya.
Gunawan menuturkan, sejauh ini pelaku pasar tengah mengkuatirkan bahwa tingginya laju tekanan inflasi, yang dibarengi dengan kebijakan menaikkan bunga acuan akan menggiring ekonomi masuk dalam jurang resesi. Semakin kesini gambaran tersebut semakin nyata. Tekanan pasar selama sepekan ke depan juga bisa diminimalisir dengan sikap Bank Indonesia yang saya perkirakan akan bernada hawkish, atau cenderung bersikap untuk menaikkan besaran bunga acuan BI 7 DRR.
"Dari gambaran kinerja pasar keuangan kita di akhir pekan ini. Kinerja mata uang Rupiah terpantau melemah di kisara 14.615 per US Dollar. IHSG melemah di level 7.086. Sementara harga emas berada di kisaran $1.872 per ons troy. Waspadai batas resisten untuk rupiah di level 14.670 yang bisa saja jebol, IHSG yang bisa saja menembus level psikologis 7.000 atau harga emas yang berpeluang digiring di kisaran support $1.830," ujarnya. (IK)