Mediaapakabar.com - Pasca unjuk rasa sekelompok warga Labuhan Deli ke kantor Bupati Deli Serdang pada Kamis (31/3/2022) pekan lalu, yang menuntut dibatalkannya izin prinsip proyek pembangunan kawasan perumahan mewah Citraland Kota Deli Megapolitan (CKDM), praktisi hukum dan surveyor ekonomi di Sumut mensinyalir developer tersebut kebal hukum, sehingga proyeknya berjalan terus hingga saat ini.
Praktisi hukum Raja Makayasa Harahap SH selaku pemerhati agraria dari lembaga Citizen Lawsuit Sumut-Medan, dan surveyor ekonomi Captain Tagor Aruan selaku pemerhati investasi nasional dari Tugu Arta Group, secara terpisah menyebutkan, proyek pembangunan CKDM sudah diprotes publik sepanjang Agustus hingga November 2021 lalu, ketika mempertanyakan legitimasi dan prosedur pelepasan lahan 8.077,76 hektar berstatus hak guna usaha (HGU) PTPN 2 pihak developer yakni PT CKPSN.
“Tidak pernah ada penjelasan ke publik, apa dasar hukumnya atau apa boleh tanah atau aset negara dilepas-jual atau dilego kepada pihak korporasi. Kenapa proyek di atas lahan negara ini bisa dapat izin (IMB), lalu setiap ada protes publik atau warga secara unjuk rasa maupun secara proses hukum tak pernah diterge. Bukankah ini mengindikasikan developer itu seperti kebal hukum? Apakah hal ini dibiarkan atau didiamkan dengan dalih investasi,” kata Raja Makayasa Harahap kepada sejumlah wartawan di Medan, Rabu (6/4/2022).
Padahal, ujar dia, pihak LBH Medan pada November 2021 lalu telah menemukan bukti awal yang menguatkan dugaan adanya peran mafia tanah dalam konspirasi pelaksanaan proyek pembangunan perumahan mewah Citraland Helvetia kerjasama antara PTPN-II dan PT Ciputra Group.
Pihak LBH ketika itu menuntut agar KPK menyelidiki adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan dan potensi korupsi (kerugian negara) yang melibatkan oknum-oknum di PTPN 2, BPN dan pemilik Kota CDM. Kanwil BPN-ATR Provinsi Sumut dan Kepala BPN-ATR Deliserdang juga diminta membuka informasi dan data HGU Nomor 111 di PTPN 2, yang terkait lahan proyek Citraland itu.
"Selain terjadinya perampasan lahan dengan aksi penggusuran para pensiunan PTPN 2, ada lima areal kebun seluas (total) 8.077,76 hektar di lahan HGU PTPN-II yang sudah dilego senilai total estimasi mulai Rp 203 miliar hingga Rp29,23 triliun kepada developer konglomerasi untuk pembangunan proyek CDM itu. Sekali lagi, apa boleh tanah atau aset negara di BUMN dilepas-jual atau dilego kepada pihak korporasi? Kalau bisa, apa dasar hukumnya?,” kata Harahap lagi kepada para awak media.
Sementara itu, Tagor Aruan mencium adanya kolaborasi kelompok mafia tanah dengan pejabat di instansi tertentu di daerah ini sehingga aset negara (8.077,76 hektar) yang melebihi luas lahan eks HGU PTPN-II (hanya 5.873,06 hektar), bisa lepas begitu saja dan terkesan bebas dari potensi pelanggaran hukum.
“Sejak awal, kita sudah mensinyalir transaksi jual beli lahan HGU PTPN 2 itu jadi sebagai kebobolan besar bagi para pihak terkait, atau malah ada unsur kesengajaan bernuansa kolusi antara sekelompok pejabat dengan pihak konglomerat berkedok investasi pembangunan daerah. Ironisnya, warga yang merasa berhak malah diabaikan terus tuntutannya. Laporan ke polisi dan ke Pemda maupun ke BPN tampak membal terus,” katanya memaparkan sejumlah peristiwa di sekitar proyek.
Data yang disampaikan kepada wartawan bahwa tentang profil, program, prospek dan progres KDM, proyek mega-properti kerjasama PT CKPSN itu menggarap dan mengelola 8.077,76 hektare lahan HGU di lima areal kebun PTPN-II di wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Lokasinya antara lain di eks Kebun Bandar klippa (HGU Nomor 115) seluas 3.545,74 hektare, Kebun Sampali-Saentis (HGU-152 dan HGU 112) seluas 2.967,092 hektare, Kebun Helvetia (HGU-111) seluas 811,89 hektare, Kebun Penara (HGU-62) seluas 507,11 hektare dan Kebun Kualanamu dengan HGU Nomor 41 seluas 245,10 hektare. (MC/Red)