Jika Terpilih, Calon Presiden Prancis Marine Le Pen Akan Larang Wanita Pakai Jilbab

Aris Rinaldi Nasution
Rabu, 20 April 2022 - 10:26
kali dibaca
Ket Foto : Marine Le Pen (kiri) akan melarang jilbab di tempat umum Perancis jika terpilih jadi presiden.

Mediaapakabar.com
Kebijakan soal penggunaan jilbab menjadi salah satu isu menarik dalam pemilihan presiden (pilpres) Prancis. Kandidat sayap kanan Marine Le Pen menegaskan akan melarang penggunaan jilbab di tempat umum jika memenangkan pilpres atas pesaingnya, Emmanuel Macron.

Muslim Prancis, diperkirakan sekitar 6 juta orang, merupakan kelompok minoritas. Meski demikian isu seputar Muslim, seperti penggunaan jilbab, selalu menjadi perdebatan menarik para kandidat dalam pilpres, termasuk tahun ini. Masyarakat Prancis bersiap menghadapi pilpres putaran kedua pada 24 April mendatang.


Bahkan isu ini tak kalah menarik dalam materi debat para kandidat. Bisa dibilang perbincangan seputar Muslim setara dengan isu penting lainnya, seperti penentuan usia pensiun, meningkatkan daya beli masyarakat, perang Ukraina, pemotongan pajak untuk energi dan bahan bakar, kesehatan, dan keamanan. 


Le Pen menjadikan jilbab sebagai bagian dari manifesto politik dan berjanji untuk melarangnya di tempat umum jika memenangkan pilpres. Cadar atau burqa sudah lebih dulu dilarang di Prancis.


Namun Macron tak memasukkan simbol-simbol Islam dalam program pemilunya. Sebagai petahana, Macron tampaknya sadar betul isu ini sangat sensitif untuk diangkat dalam pilpres. Bagaimanapun suara dari kalangan Muslim masih cukup besar untuk diraup.


Pada Jumat kemarin, para kandidat ditanya oleh perempuan berjilbab tentang kebijakan masing-masing tentang penggunaan busana Muslimah. Le Pen tetap mempertahankan kebijakannya yakni melarang. Di sebuah pasar di Pertuis, wilayah Provence-Alpes-Cote d'Azur, Le Pen ditanya seorang perempuan berjilbab mengenai isu itu.


“Ada sejumlah lingkungan di mana perempuan yang tidak memakai jilbab dikucilkan. Mereka diadili, diasingkan karena tidak berjilbab," kata kandidat dari Partai Persatuan Nasional itu dikutip dari iNews.id.


Le Pen mengatakan bahwa mengenakan jilbab di depan umum di Prancis harus dikategorikan sebagai pelanggaran dan pelakunya bisa dihukum denda oleh polisi, seperti layaknya pelanggar aturan lalu lintas.


"Jilbab itu dipakai oleh Islamis," kata Le Pen, dalam wawancara dengan televisi BFM TV.


Jika terpilih, Le Pen bisa memicu kekacauan terbesar dalam sejarah politik modern Prancis. Hasil polling memang menunjukkan Macron masih unggul, namun selisihnya sangat tipis.


Sementara itu pada Selasa lalu Macron mendatangi Kota Strasbourg untuk menemui warga. Dia bertanya kepada perempuan berjilbab soal alasannya mengenakannya. Perempuan itu menjawab dia mengenakannya sebagai pilihan.


Setelah itu pada Kamis, Macron berkunjungan ke Kota Le Havre. Di sana dia menyerang kebijakan Le Pen dengan menegaskan tak ada satu pun negara di dunia yang melarang penggunaan jilbab di tempat umum.


"Tidak ada satu negara pun di dunia yang melarang jilbab di depan umum. Apakah Anda (Le Pen) ingin menjadi yang pertama?" katanya, dikutip dari AFP, Sabtu (16/4/2022).


Dalam isu jilbab, Macron lebih membela kepentingan Muslimah ketimbang Le Pen. Meski demikian, presiden yang sempat menjadi kontroversi karena mengusulkan UU anti-Islam itu, bukan pilihan utama kelompok Muslim. 


Penelitian lembaga survei Ifop mengungkap, 69 persen pemilih Muslim di putaran pertama memilih kandidat ketiga, Jean Luc Melenchon. Meraih suara yang ditinggalkan Melenchon dipandang penting bagi Macron untuk memastikan kemenangannya di putaran kedua.


Dua kelompok Muslim Prancis, Masjid Agung Paris dan Persatuan Muslim Prancis, minta umat Islam memilih Macron di putaran kedua.


“Kekuatan jahat hari ini keluar dan menyerukan pengusiran umat Islam. Mari kita memilih Emmanuel Macron,” kata pemimpin Masjid Agung, Chems Eddine Hafiz, dalam pernyataan. (II/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini