Mantan Bupati Labura Kembali Dituntut 1,5 Tahun Penjara, Ini Kasusnya

REDAKSI
Senin, 10 Januari 2022 - 20:23
kali dibaca

Ket Foto : Sidang mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) H Kharuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung, dalam agenda tuntutan yang berlangsung secara video confrence di Pengadilan Tipikor Medan.


Mediaapakabar.com
Terpidana mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura), Kharuddin Syah alias Haji Buyung, kembali menjalani persidangan di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin, 10 Januari 2022.

Kali ini, terpidana kasus suap eks pejabat Kementerian Keuangan itu dituntut hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus korupsi biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai Rp 2,18 miliar periode tahun 2013 hingga 2015.


Dalam pembacaan tuntutan JPU Hendrik Sipahutar yang digelar secara virtual, menyebutkan perbuatan terdakwa dinilai terbukti melanggar dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.


"Meminta agar majelis hakim yang menangani perkara ini menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sejumlah Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan," ucap JPU Hendrik Sipahutar dihadapan majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu.


JPU menilai mantan orang pertama di Pemkab Labura tersebut dinilai terbukti bersalah melakukan korupsi dana biaya pemungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari Sektor Perkebunan pada tahun anggaran 2013 hingga 2015 untuk Pemkab Labura sebesar Rp 2,18 miliar.


Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu dengan hakim anggota Immanuel Tarigan dan Ibnu Kholik melanjutkan sidang pekan depan dengan agenda penyampaian nota pembelaan (pledoi) baik oleh terdakwa maupun tim penasihat hukumnya (PH).


Sebelumnya, Haji Buyung pada April 2021 lalu pernah divonis (terpidana) 1,5 tahun penjara juga di Pengadilan Tipikor Medan karena terbukti bersalah memberikan suap kepada staf di Kemenkeu RI agar usulan pembangunan RSU yang baru di Aekkanopan ditampung dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) TA 2017 dan APBN TA 2018.


Sementara dalam dakwaan diuraikan, 3 Tahun Anggaran (TA) berturut-turut Pemkab Labura menerima dana pemungutan PBB dari Sektor Perkebunan total Rp2.510.937.068. 


Namun, setahu bagaimana terdakwa Haji Buyung selaku bupati bekerja sama dengan Ahmad Fuad Lubis ketika itu menjabat Kepala DPPKAD Kabupaten Labura TA 2014 dan 2015.


Maupun bersama Armada Pangaloan selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan pada dinas tersebut (lebih dulu disidangkan dan sudah divonis bersalah) menyusun pembagian biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan TA 2013 yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala DPPKAD Kabupaten Labura dengan Nomor : 973/1311/DPPKAD-II/2013, tanggal 11 Desember 2013.


Selanjutnya terdakwa mengeluarkan SK Nomor : 973/281/DPPKAD-II/2013 tertanggal 9 Desember 2013 tentang Besaran Pembagian Biaya Pemungutan PBB sektor Perkebunan Tahun 2013 yang akan dijadikan dasar hukum untuk pembagian dana pemungutan PBB sektor Perkebunan sebagai uang insentif.  


Di TA 2014 terdakwa selaku bupati kembali menerbitkan SK Nomor: 821.24/998/BKD/2014, tertanggal 12 Juni 2014 di mana dalam penggunaan biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan dari Pemerintah Pusat tersebut digunakan  dengan cara dibagi-bagikan atau disalurkan  kepada pihak-pihak tidak berhak.


Faizal Irwan Dalimunthe selaku Kepala DPPKAD Labusel  menerbitkan SK Nomor: 973/1150/DPPKAD-II/2014 tertanggal 3 November 2014 tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Tahun 2014.


Di Tahun 2015 terdakwa kembali menerbitkan SK tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Nomor: 973/150/DPPKAD-II/2015 tertanggal 22 Juni 2015 juga dialokasikan kepada orang-orang tidak berhak alias tidak sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini