SPDP Dihantar Langsung Polisi, Pakar Hukum Pidana UI Sebut itu Sudah Ideal

REDAKSI
Kamis, 30 Desember 2021 - 16:58
kali dibaca
Ket Foto : Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Eva Zulfa mengatakan SPDP merupakan mekanisme koordinasi antara pihak Kepolisian dengan Kejaksaan.

Mediaapakabar.com
Beredar foto Anggota Kepolisian dari Polda Jabar menyambangi kediaman Habib Bahar bin Smith. Tujuan dari kedatangan tersebut, adalah mengantar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Eva Zulfa mengatakan SPDP merupakan mekanisme koordinasi antara pihak Kepolisian dengan Kejaksaan.


Secara teori, peradilan melibatkan tiga pihak, yaitu: Hakim, Kejaksaan dan  Pemasyarakatan. Polisi awal mulanya menjadi pendampingan Jaksa.


Dalam perjalanan sejarah, Posisi yang semula mendampingi Jaksa, setara Dirjen diangkat menjadi setingkat kementerian oleh Presiden Soekarno untuk tujuan melakukan pemberantasan kejahatan korupsi.


"Nah SPDP merupakan surat koordinasi antara Kepolisian dengan Kejaksaan," terang Eva kepada rekan media Kamis (30/12/2021).


Eva menambahkan, makna dari SPDP adalah penegasan Kejaksaan sebagai Penuntut Umum bertindak sebagai pengendali perkara. 


Eva juga mengutarakan, dalam KUHP pasal 109 ayat 1, "Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum."


Namun pada 2015 ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130/PUU-XIII/2015 mengamanatkan yang harus diberitahukan telah dimulainya penyidikan bukan hanya Kejaksaan sebagai Penuntut Umum. Pelapor dan terlapor juga perlu diinfokan mengenai dimulainya penyidikan.


"Yang perlu tahu proses penyidikan itu kan juga terlapor dan pelapor," tambah Eva.


Oleh karena itu, setelah putusan itu keluar, selain ke Kejaksaan, SPDP juga dikirimkan ke pelapor ke terlapor.


Nah, dalam hal penyampaian SPDP, Eva berpendapat akan lebih ideal jika disampaikan langsung dari penyidik (dalam hal ini pihak Kepolisian) kepada pelapor maupun terlapor.


"Disampaikan langsung oleh penyidik itu yang paling ideal. SPDP bisa dipastikan diterima oleh pelapor dan terlapor," ujar Eva.


Jika dikirim melalui post, akan memakan waktu juga beresiko tidak diterima oleh para pihak. Wilayah di Indonesia memiliki keragaman geografis dan cukup luas. Pengiriman melalui post akan memakan waktu.


Dengan perkembangan teknologi, bisa juga dikirimkan melalui WhatsApp. Tetapi ada kemungkinan para pihak mengaku tidak menerima dokumen yang dikirim melalui WhatsApp dengan berbagai dalih. Seperti ponsel tidak dipegang dirinya, dokumen yang dikirim tidak masuk, dan lainnya.


Menurut Eva, disampaikan langsung oleh penyidik lebih efektif dan dapat memastikan SPDP sampai di tangan pelapor dan terlapor. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini