Ket Foto : Ilustrasi. |
Mediaapakabar.com - Menjelang tahun 2022, perekonomian nasional pada umumnya maupun Sumatera Utara khususnya berpeluang untuk menguat. Artinya, realisasi pertumbuhan ekonomi Sumut maupun nasional akan lebih baik ketimbang kinerja tahun 2021. Namun pemulihan ekonomi kerap diikuti dengan laju tekanan inflasi. Dimana setiap ada pertumbuhan ekonomi tinggi maka inflasi juga akan mengikuti.
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, salah satu yang menjadi penyumbang bagi kenaikan inflasi adalah harga beras. Pada dasarnya harga beras ini memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan kinerja inflasi. Namun, dikarenakan harga beras yang stabil, khususnya sejak 2 tahun belakangan ini, membuat beras relatif tidak memicu kenaikan inflasi secara signifikan.
"Harga beras selama ini bergerak stabil, mulai beras yang paling murah di kisaran harga Rp9.000 per kilogram hingga yang paling mahal Rp13 ribu-an per kilogram. Itu adalah harga beras yang umumnya dijual di pasar tradisional di kota Medan. Meskipun tidak menutup kemungkinan masih ada harga beras yang lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik, dan harga beras yang lebih murah," katanya di Medan, Senin (6/12/21).
Gunawan menjelaskan, dalam setahun pergerakan harga beras, umumnya harga beras bergerak naik sekitar 500 rupiah per kilogram. Itupun tidak selalu terjadi setiap tahunnya. Harga beras relatif stabil, karena pemerintah memliki perhatian yang besar dalam mengendalikan harga beras. BULOG menjadi badan yang mampu menstabilkan harga beras tersebut.
Di tahun 2022 nanti, ancaman kenaikan harga sejumlah kebutuhan pangan memang akan meningkat. Dengan berdasarkan perhitungan bahwa terjadinya pemulihan ekonomi global, adanya varian baru Covid-19 bernama omicron, tren penguatan mata uang US Dolar ditambah dengan adanya potensi kenaikan harga pangan dunia.
"Dari beberapa potensi ancaman tersebut, saya melihat ancaman yang paling nyata adalah omicron ditambah dengan kemungkinan kenaikan harga pangan dunia. Walau demikian, saya tetap berkeyakinan harga beras masih akan tetap stabil. Omicron memang bisa saja membuat pemerintah mengambil tindakan PPKM atau terjadi masalah yang lebih luas lagi pada arus lalu lintas barang dan jasa, maupun global supply chain yang turut memicu kenaikan harga beras dunia," jelasnya.
Gunawan memprediksi, beras masih akan mampu dipasok dari produksi di tanah air. Yang penting tidak ada gangguan serius pada sisi produksi yang umumnya dikarenakan cuaca maupun serangan hama. Sekalipun nantinya omicron menjadi pandemic baru, saya yakin pemerintah tetap akan memperlancar arus lalu lintas barang dan jasa, khususnya untuk beras.
Sementara itu, jika terjadi pelemahan Rupiah yang dipicu oleh kenaikan suku bunga acuan The FED (bank sentral AS) maupun pengurangan pembelian aset The FED.
"Saya menilai beras bisa menjadi lebih mahal jika kebutuhannya harus didatangkan dengan cara impor. Tetapi saya tetap yakin, selama tidak ada gangguan pada produksi beras yang sulit diperkirakan," tuturnya.
Lebih lanjut, harga beras di tahun 2022, masih akan stabil dan produksi beras dalam negeri masih mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras di tanah air. Jadi tidak ada yang perlu dikuatirkan berlebihan terkait dengan pergerakan harga beras kedepan. Beras masih akan seperti sebelumnya yakni kerap mampu bertahan dari guncangan-guncangan harga. Dan beras belum akan menjadi pemicu kenaikan laju tekanan inflasi yang besar. (IK)