PH Korban Minta Atensi dari Kajati Sumut Soal Penanganan Kasus Dokumen Palsu Tersangka Exsan Fensury

REDAKSI
Selasa, 19 Oktober 2021 - 19:08
kali dibaca
Ket Foto : C Suhadi selaku Penasehat Hukum (PH) korban Alexleo Fensury.

Mediaapakabar.com
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Utara (Sumut) IBN Wiswantanu diharapkan agar dapat memberikan atensi secara langsung dalam penanganan proses hukum perkara dugaan penggunaan dokumen palsu atas tersangka Exsan Fensury.

Hal tersebut disampaikan C Suhadi selaku Penasehat Hukum (PH) korban Alexleo Fensury, kepada wartawan, Selasa (19/10/2021) di Medan. 


Menurut Suhadi selaku kuasa hukum pelapor, atensi secara langsung dari Kajati Sumut sangat penting dilakukan agar penanganan dalam proses hukum kasus itu berjalan sebagaimana mestinya.


"Jadi saya mohon atensi dari pada Bapak Kajatisu. Karena dalam kaitan kasus ini kita juga sudah meminta perlindungan hukum baik kepada Jamwas, kepada Jampidum bahkan ke Jaksa Agung. Saya kira kalau dilihat dari persoalan kasus ini, memang ranah nya juga sudah jelas. Jadi saya berharap agar jangan ada lagi pembelokan," tegasnya.


Mengenai dokumen tersebut Suhadi menjelaskan, bahwa pada lembar foto copy dokumen neraca keuangan dan laba-rugi perusahaan yang ada pada tersangka Exsan Fensury terdapat tanda tangan para pihak pemegang saham. 


Sedangkan dokumen asli laporan neraca keuangan dan laba-rugi yang sejak awal dipegang korban/pelapor hingga saat ini belum tertera adanya penandatanganan. Hal itu dikarenakan belum terlaksananya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai mekanisme prosedur keabsahan dokumen laporan dimaksud sesuai UU tentang Perseroan Terbatas (PT).



"Foto copy dokumen yang ditandatangani tersangka itu pada dokumen aslinya sampai sekarang belum ditandatangani. Penandatanganan foto copy dokumen itu juga dilakukan tersangka di luar RUPS dan tidak diketahui pelapor. Sehingga dengan kondisi yang seperti itu lah kita katakan bahwa penandatanganan itu tidak sah, dan karena hal itu juga kita sebutkan bahwa dokumen itu nggak bener atau dokumen palsu," katanya.


Suhadi melanjutkan, pihaknya juga telah menjelaskan kepada pihak penyidik tentang adanya Kuasa Direksi. Dimana pelapor Alex sebagai Direktur perusahaan memberi kuasa kepada tersangka Exsan selaku Komisaris perusahaan sebagai Kuasa Direksi dalam pengelolaan keuangan dan manajemen perusahaan. 


"Karena mungkin saja jaksa tidak cermat mempelajari soal Kuasa Direksi ini makanya kita tegaskan mengenai apa itu Kuasa Direksi, apakah ada buktinya itu semua kita terangkan dalam BAP termasuk kita urut kan bukti bukti adanya kuasa direksi, tambahan. Artinya menyangkut masalah pengelolaan keuangan dan manajemen perusahaan itu, oleh pak Alex sebagai Direktur dikuasakan kepada pak Exsan sebagai komisaris yang kedudukannya kemudian menjadi Kuasa Direksi. Jadi dalam konteks ini berkaitan masalah pengelolaan keuangan, itu semua dikuasai oleh tersangka dan sampai sekarang belum pernah dilaporkan tersangka sebagaimana mekanisme prosedur sesuai UU melalui RUPS," jelasnya.


Masalah yang kemudian menjadi persoalan berkaitan semua itu, lanjut Suhadi, adalah dokumen palsu tersebut digunakan oleh tersangka sebagai alat bukti dalam perkara niaga di Pengadilan Niaga Medan. Sehingga menurutnya pada satu sisi jika dilihat dari keseluruhan persoalan yang ada, RUPS yang sejatinya belum pernah dilaksanakan hingga saat ini seolah-olah telah terlaksana.


"Yang menjadi persoalan, dokumen palsu itu kemudian digunakan tersangka sebagai alat bukti di Pengadilan. Dalam konteks ini perlu saya sampaikan bahwa yang kita persoalkan bukan lagi masalah keuangan maupun laba dan rugi. Yang kita soalkan adalah tentang penggunaan dokumen palsu itu sebagai alat bukti di pengadilan. Karena itu dalam kasus ini laporan kita menyangkut Pasal 263 ayat (2), dimana unsur penggunaannya itu nyata bahwa tersangka menggunakan dokumen palsu itu di pengadilan," bebernya.


Mengenai duduk perkara kasus itu  Suhadi menambahkan, berkaitan unsur penggunaan dokumen palsu pada Pasal  263 ayat (2) itu lah pada hakikatnya menurut C Suhadi dapat disimpulkan secara sederhana bahwa perbuatan tersangka pada kasus yang dilaporkan pihaknya murni merupakan tindak pidana.


Terlebih dalam prosesnya tim penyidik Polda Sumut telah bekerja sesuai prosedur dalam mengumpulkan bukti-bukti serta keterangan saksi maupun ahli.


"Seandainya dokumen yang digunakan tersangka di pengadilan itu merupakan hasil RUPS, sah saja jika dikatakan jaksa bahwa kasus ini ranah nya perdata. Tapi kenyataannya tidak seperti itu adanya, sebab RUPS sampai saat ini tidak pernah terlaksana. Bahkan ada permohonan tertulis dari tersangka selaku Kuasa Direksi ketika itu untuk menunda RUPS selama seminggu dari jadwal yang sudah ditentukan, namun empat tahun berlalu RUPS tersebut tak pernah terlaksana," pungkasnya.


Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumut Yos Arnold Tarigan mengatakan pihaknya belum menerima berkas hasil perbaikan dari penyidik Polda Sumut.


"Ya berkasnya masih P19 dan belum diserahkan balik penyidik ke jaksa," ucapnya singkat. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini