Perkara Dugaan Penggelapan Harta Warisan, Hakim: Kok Bisa Naik Perkara Ini?

REDAKSI
Selasa, 14 September 2021 - 20:23
kali dibaca

Ket Foto : Saksi Jong Nam Liong saat memberikan keterangan di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri Medan.


Mediaapakabar.com
Sidang Perkara dugaan penggelapan harta warisan orang tua senilai ratusan miliar, dengan terdakwa David Putranegoro alias Lim Kwek Liong (63) kembali digelar di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (14/9/2021).

Majelis Hakim yang diketuai Dominggus Silaban sempat kebingunan karena saksi Jong Nam Liong saat memberikan keterangan banyak tidak mampu menjawab pertanyaan hakim, JPU, maupun penasehat Hukum (PH) terdakwa.


Bahkan saat majelis hakim bertanya apakah dirinya yang melaporkan terdakwa yang merupakan saudara kandungnya ke kepolisian, Jong Nam Liong menjawab tidak tau. 


Sontak saja, majelis hakim mempertanyakan kepada Jaksa bagaimana bisa perkara ini naik ke persidangan kalau saksi korban tidak mampu menjelaskan secara detail permasalahan apa yang terjadi.


"Lho, lalu kalau begitu, kok bisa naik perkara ini pak Jaksa? Coba kamu (saksi) katakan yang sejujurnya, jangan ada yang ditutup-tutupi, supaya jelas pokok permasalahannya," kata majelis hakim Dominggus Silaban.


Dalam sidang tersebut, saksi mengaku sebagian besar menjawab tidak tau dan tidak mengerti terkait pokok permasalah yang ia laporkan. Bahkan ia beberapa kali membantah keterangannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).


Lantas majelis hakim mengatakan sebagai keluarga harusnya saksi dan terdakwa dapat berdamai dan menyelesaikan perkara ini dengan sistem kekeluargaan tanpa perlu adanya yang dipidana.


"Kan sejak awal sudah saya bilang, perkara ini bicarakan dulu baik-baik. Sebenarnya gampang ini kalau kalian berdamai dan menyelesaikannya dengan kekeluargaan. Kamu (saksi) kalau sekarang dibatalkan perkara ini dan diberikan hak mu apakah kamu mau," tanya hakim.


Lantas saksi menjawab tidak sebelum, Notaris Fujiyanto Ngariawan dihadapkan ke persidangan.


"Harus hadir dihadapan saya Fujiyanto," cetusnya.


Dalam sidang tersebut, saksi juga mengaku tidak mengetahui berapa jumlah uang yang ia terima dari harta warisan penjualan rumah di Singapura, namun dengan uang tersebut katanya ia mampu membeli sebuah rumah di Jakarta.


Namun saat ditanya apakah ada menandatangani terkait penjualan rumah tersebut, dan penerimaan sejumlah harta lainnya, terdakwa membantah hingga PH terdakwa menunjukkan bukti bahwa saksi juga turut menandatangani sejumlah penerimaan uang.


Bahkan saat sidang berlangsung, saksi sempat meminta agar sidang diskors sementara, karena penyakitnya kambuh sehingga harus segera minum obat. 


Di luar arena sidang, Penasehat Hukum terdakwa, Oloan menilai saksi yang dihadirkan tidak mampu menjelaskan pokok permasalahan yang dia hadapi.


"Tadi Hakim bertanya Apakah beliau yang melaporkan ke kepolisian, lalu saksi menjawab Saya tidak mengerti. Kemudian Hakim memancing beliau agar menjelaskan apa yang terjadi, namun ia tetap tidak bisa menjelaskan sampai dibilang Hakim untuk apa perkara ini dinaikkan," katanya.


Ia mengatakan, dalam persidangan pihaknya sudah menunjukkan sejumlah surat yang sudah ditandatangani Jong Nam Liong baik itu pembagian dividen, penjualan 2 unit rumah di singapura, dan pembagian deviden dari minuman vigour.


"Disebut oleh Beliau itu dia tidak ingat, tapi uang itu ada dia terima. Kemudian beliau ini kan sudah mengajukan gugatan di pengadilan dalam perkara perdata. Lalu kami tanya apa yang saudara gugat itu juga ia juga tidak ingat," ucapnya.


Dikatakannya, banyak hal yang saksi  tidak ingat dalam perkara ini. Apalagi kata Oloan terakhir saksi menyebutkan ia hanya keberatan masalah waktu yang 30 tahun dalam akta.


"Jadi kalau begitu dia hanya keberatan soal waktu terhadap akta ini sah atau tidak sahnya dia tidak keberatan. Sementara di akta itu ia menandatangani dan di cap jempol dan diiyakan oleh saksi. 


Jadi jika kita membuat suatu laporan polisi kita harus bertanggung jawab dan ungkapkanlah yang sebenarnya, jangan rekayasa masalah. Ada dugaan di belakangnya Ini mesin penggeraknya yang seolah-olah harus mengatakan seperti apa yang ada di BAP itu," cetusnya.


Dikatakan Oloan sudah jelas di Persidangan, bahwa saksi tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan di persidangan, sesuai dengan BAP nya.


"Di situ disebutkan dia tamatan SMA ternyata dia tamatan SD, Bagaimana seorang yang tamat SD berita acaranya bisa sampai sekitar 15 halaman. Menurut yang kami lihat dari BAP itu, seperti ada yang ngajarin. Jangan-jangan itu itu Hanya keinginan orang lain, bukan keinginan dia itu yang kami lihat dari BAP," pungkasnya. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini