Pentapan Tersangka Korupsi Dinilai Keliru, Kejari Tanjungbalai Diprapidkan

REDAKSI
Sabtu, 28 Agustus 2021 - 00:53
kali dibaca
Ket Foto : Psidangan Praperadilan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai.

Mediaapakabar.com
Penetapan tersangka terhadap RMN yang merupakan pemasaran penjualan Asphalt Mixing Plant (AMP) PT Bangun Karya Sembilan Satu (PT BKSS) oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai terkait dugaan kasus korupsi jalan lingkar Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran 2018 dinilai keliru dan tidak berdasar.

Pasalnya, dugaan dugaan pekerjaan kepada RMN tidak mengatasi korupsi. 


Hal itu dikatakan oleh Saksi Ahli, Drs Edi Usman ST MT yang merupakan ahli pengadaan barang dan jasa, dikonfirmasi wartawan usia menjadi saksi di persidangan Praperadilan antara RMN melawan Kejari Tanjungbalai, Kamis (26/8/2021) di Pengadilan Negeri Tanjungbalai.


Menurut Edi Usman, substansi pekerjaan atau subkontrak tidak tepat ditujukan kepada pemasok. Menurutnya, konten yang ada dalam peraturan, pekerjaan juga boleh dilakukan apabila tercantum sejak awal tender.


Kemudian ditujukan kepada kontraktor spesialis, kontraktor spesialis yang memiliki subklasifikasi dan kualifikasi yang sama, dimana Sertifikat Badan Usaha (SBU) dikeluarkan oleh LPJK.


Sementara pemasok sertifikat Badan Usaha (SBU) nya dikeluarkan oleh Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (ARDIN).


"Jadi beda substansinya. Sehingga tidak pas, menjadi kan pemasok bersandar pada pekerjaan, itu sudah jauh dari api," tegas Edi Usman


Menurut dosen politeknik Medan ini, pengadaan hotmix itu adalah supplier, leveransir atau pemasok dan bisa diistilahkan seperti panglong.


Edi Usman menambahkan, di Sumatera Utara sendiri ada sekitar 700 kontraktor yang 90 persennya tidak memiliki AMP. Jika alat dukungan dari AMP tersebut menarik perhatian pekerjaan, maka seluruh pemilik AMP jadi tersangka.


dukungan alat tidak bisa dianggap sebagai pekerjaan. Maka hal itu keliru, sehingga perkara yang dialami RMN bisa dikatakan aneh tapi nyata.


"Semua pekerjaan peningkatan jalan itu dominan uang itu masuk ke pemilik AMP. Karena itu lah bahan bakunya, jadi kalau mau dibegitukan semua yang punya AMP bisa dijadikan tersangka. Karena dijadikan sebagai orang yang menerima pengalihan pekerjaan," jelas Edi Usman.


[cut]


Sementara itu, Ahli Hukum Pidana, Dr. Mahmud Mulyadi SH, M.Hum mengatakan kemungkinan kekeliruan penetapan tersangka oleh penyidik itu berawal dari proses bukti permulaan cukup yakni minimal dua alat bukti. 


"Alat bukti yang sah, tidak hanya terfokus dengan kuantitas tetapi yang terpenting kualitas," katanya.


Dijelaskan Mulyadi, begitu penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup, bukan serta-merta menetapkan seseorang sebagai tersangka. 


"Alat bukti juga harus memiliki kesesuaian dengan tindak pidana yang dilakukan tersangka. Misalnya, keterangan saksi sebagai satu alat bukti pidana, alat bukti tersebut harus ada korelasi dan relevansi dengan tindak pidana dilakukan tersangka. Kemudian dicocokkan dengan alat bukti lainnya," ujarnya.


Lanjut dikatakannya, begitu juga dengan alat bukti berupa kwitansi jual beli, hal itu menandakan ada proses jual dan beli, perbuatan jual beli itu melawan hukum atau tidak.


"Katakanlah tersangka itu dikenakan pasal 55 dengan tersangka lainnya, syarat pasal 55 itu ada dua syarat, yang pertama ada permufakatan jahat, kerjasama untuk melakukan kejahatan, misalnya perundingan apa alat bukti nya dan setelah itu dia melakukan peran masing masing dan itu harus dipenuhi alat bukti semua," tegasnya.


[cut]


Bahwa dalam UU korupsi pasal 2 dan pasal 3  terkait pengadaan harus melihat empat aspek hukum yang terkait, menurutnya, kasus yang menyandung RMN berada pada aspek hukum barang dan jasa.


Dosen Universitas Sumatera Utara ini mencontohkan, bahwa tindakan para agen atas nama dan ruang lingkup perusahaan dan untuk keuntungan perusahaan tidak bisa ditindak secara pribadi.


"Jadi, kalau melihat sangkaan terhadap RMN, lihat peranannya terhadap terdakwa lain kemudian apakah tindakan itu tindakan pribadi atau perusahaan, baru bagaimana menentukan tindak pidananya menggunakan  teori identifikasi teori, directing mind theory," sebut Mahmud Mulyadi.


Bahwa, katanya, tindakan para agen atas nama dan ruang lingkup korporasi dan keuntungan korporasi, maka  tanggung jawab korporasi. Nah, kalau dia tidak masuk unsur, tidak bisa penyidik harus legowo supaya tidak error' in personal atau tidak salah orang.


Sementara itu, kuasa hukum RMN, Tony Akbar Hasibuan mengatakan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sesuai dengan mekanisme. 


Pasalnya, terdapat kejanggalan dalam penerbitan Sprindik yang diterbitkan oleh penyidik.


"Pada saat persidangan tadi terungkap lah jika kejaksaan dalam hal ini (termohon) dalam menetapkan status pemohon itu tidak sesuai dengan mekanisme  yang diatur dalam KUHAPidana," jelas Tony Akbar Hasibuan.


Menurutnya, bukti-bukti yang ditetapkan terhadap kliennya adalah hasil pemeriksaan penyidikan terdahulu terhadap pengelola keuangan daerah tersebut. 


Dimana Sprindik tersebut terbit pada Oktober 2019, namun saat klien menghadiri panggilan sebagai saksi, penyidik menerbitkan Sprindik baru pada Agustus 2020, Sprindik baru tersebut menjerat kliennya dengan tindak pidana pengalihan atau subkontrak pekerjaan.


"Yang aneh dan janggal kami lihat. Saat klien kami diperiksa untuk hadir sebagai saksi dengan Sprindik yang lama. Dihari itu jugalah klien kami ditetapkan sebagai tersangka. Seterusnya diperiksa sebagai tersangka, kemudian ditahan atas sprindik baru tersebut.  Hal ini tentunya menjadi rancu kami lihat," ujar Tony Akbar Hasibuan.


Tony mengatakan kleinnya merupakan pemasok atau suplier sebagaimana yang disampaikan ahli pengadaan barang dan jasa. 


"Kapasitasnya bukan orang yang mengerjakan proses konstruksinya, dia (RMN-Red) hanya memberikan pekerjaan material. Memang ada jual beli, tapi bukan jual beli sebagaimana syarat sub kontraktor, tapi jual beli penyedia," pungkasnya. ( HEN )

Share:
Komentar

Berita Terkini