Anggotanya Dikriminalisasi, SPRI Minta Gubernur Sumut Turun Tangan

REDAKSI
Senin, 07 Juni 2021 - 17:26
kali dibaca
Ket Foto : Ketua DPD SPRI Provinsi Sumatera Utara Devis Abuimau Karmoy.

Mediaapakabar.com
- Pemberitaan salah satu media online di Sumatera Utara (Sumut) mengenai keberadaan sebuah bangunan mewah yang dibangun di areal Situs Cagar Budaya Benteng Putri Hijau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara beberapa waktu lalu, kini berbuntut panjang.

Pasalnya, pimpinan redaksi media online tersebut berinisial IM dilaporkan ke polisi oleh pihak yang diduga pemilik bangunan yang berada di kawasan cagar budaya tersebut, dengan tuduhan pidana menyebarkan berita bohong dan melanggar Pasal 27 Undang-Undang ITE.


Terkait hal itu, Ketua DPD SPRI Provinsi Sumatera Utara Devis Abuimau Karmoy, mengatakan sebagai organisasi yang concern terhadap pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Perlindungan Hukum khususnya bagi para insan pers di tanah air.


Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) melalui DPD Provinsi Sumatera Utara kali ini memandang penting untuk melakukan advokasi terhadap IS anggota SPRI Sumut, selaku terlapor dalam kasus ini.


“Yang sangat kami sesali Kriminalisasi terhadap karya jurnalistik itu dilakukan oleh seorang Istri Gubernur Sumatera Utara berinisial NL melalui oknum advokat berinisial AMR. Seharusnya sebagai istri pejabat bisa memahami ketentuan Undang-Undang Pers untuk menyelesaikan sengketa pers dengan meminta hak jawab,” kata Devis. 


Laporan polisi terhadap IM dengan Nomor: LP/294/III/2021/SUMUT/SPKT-I, tanggal 09 Februari 2021, menuai kecaman dari insan pers karena dianggap dapat mencederai kebebasan pers.


Sayangnya, kriminalisasi terhadap IM juga berlangsung sebulan sebelumnya dari bukti laporan polisi atas nama Heriza Putra Harahap dengan nomor : LP/62/I/2021/SUMUT/SPKT I, tanggal 12 Januari 2021. 


Diduga kuat laporan itu dilayangkan oleh orang dekat Gubernur Sumut dengan tuduhan kepada IM telah melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE. 


Anehnya, kedua laporan tersebut sama-sama menuduh Ismail Marzuki memberitakan kabar bohong dengan objek pemberitaan yang sama.


“SPRI menyesalinya (laporan polisi terhadap Ismail), sebab sebagai tokoh sekaligus kepala daerah, seharusnya pak Edy bisa memberikan pemahaman kepada ibu NL agar tidak melakukan upaya kriminalisasi terhadap sebuah karya jurnalistik. Sebab seharusnya pak Edy paham bahwa UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan undang-undang ‘Lex Specialis’ yang melindungi wartawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai sosial kontrol,” imbuh Devis.


Dikatakan Devis, UU Pers dianggap Lex Specialis karena didalamnya mengatur secara khusus bahwa di dalam menjalankan fungsinya wartawan Indonesia mendapatkan perlindungan hukum. Dan di dalam Pasal 6 UU Pers  jelas menyebutkan, bahwa Pers Nasional menjalankan peranannya sebagai berikut: 


“Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai demokrasi, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan yang terakhir memperjuangkan keadilan dan kebenaran," katanya.


Lulusan angkatan pertama Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI) tahun 2011 yang diselenggarakan PWI Sulawesi Selatan ini, mengatakan, pihaknya sangat menyesali sikap diam Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang diyakininya mengetahui adanya laporan polisi terhadap wartawan Ismail Marzuki karena pelapornya adalah NL isterinya.


“Seharusnya selaku Gubernur, laporan seperti itu (kriminalisasi pers) bisa dicegah karena beliau memiliki staf yang memahami tentang UU Pers. Sayangnya mekanisme Hak Jawab dan kewajiban Koreksi atas karya jurnalistik tidak dilakukan dalam penyelesaian kasus ini padahal diatur jelas dalam UU Pers,” sesalnya.


Tidak hanya itu, dikatakan Devis, pihaknya menilai bahwa Laporan Polisi terhadap Pimred MudaNews.com Ismail Marzuki telah menabrak petunjuk kapolri sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Kapolri Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.


Dijelaskan juga, pada poin kelima SE Kapolri No.2 Tahun 2021, bahwa sejak penerimaan laporan, penyidik harus berkomunikasi dengan para pihak, khususnya pihak korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi dengan memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melakukan mediasi.


“Nah laporan polisi yang dilayangkan NL Ini tidak memberikan contoh yang baik kepada publik,” jelas Ketua DPD SPRI Sumut.


Akibat pengengkangan terhadap UU Pers, Devis menegaskan, DPD SPRI Sumut akan mengambil langkah hukum untuk mendampingi korban kriminalisasi pers Ismail Marzuki dan melaporkan balik terhadap para pelapor dengan tuduhan melanggar ketentuan Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah. (MC/Red)

Share:
Komentar

Berita Terkini