Kasus Penipuan dan Penggelapan Rp 3,6 Miliar, Saksi Ahli Sebut Unsur Penipuan Terbukti

REDAKSI
Selasa, 20 April 2021 - 19:19
kali dibaca

Ket Foto : Saksi ahli dr Panca Sarjana Putra SH MH memberikan keterangan dalam persidangan di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan.

Mediaapakabar.com
Dalam perkara penipuan dan penggelapan dapat terjadi didahului adanya maksud dan niat jahat dari pihak terkait. Namun, tindak pidana penipuan dan penggelapan, berbeda tipis dengan wanprestasi. 

Hal itu dikatakan saksi ahli dr Panca Sarjana SH MH yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan tindak pidana dugaan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp 3,1 miliar dengan terdakwa Tanuwijaya Pratama alias Awi warga Komplek Graha Metropolitan Jalan Kapten Sumarsono Helvetia dan Robert Sulistian alias Atak warga Jalan Jalak IV Medan Marelan, Selasa (20/4/2021).


"Secara hukum, suatu perkara dapat dikatakan wanprestasi apabila tidak adanya niat dari.pelaku untuk mengingkari perjanjian. Meskipun hasil perjanjian itu tidak terlaksana," sebutnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Imanuel Tarigan di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan.


Menjawab pertanyaan majelis bagaimana suatu perkara dapat dikategorikan sebagai bentuk tindak pidana, Panca secara tegas menyimpulkan bahwa adanya niat dari pelaku untuk memperkaya diri sendiri atau adanya maksud untuk menguasai suatu barang tanpa punya niat untuk mengembalikan.


Terjadinya tindak pidana penipuan, terang Panca, diawali adanya bujuk rayu dan iming iming yang dilakukan pelaku terhadap korban sehingga korban menanamkan.modal usaha padahal pelaku mempunyai maksud memiliki atau menguasai suatu barang dengan tidak menepati perjanjian awal yang telah disepakati.


"Artinya, akibat negatif yang dilakukan pelaku setelah dilakukan  perikatan atau perjanjian antara kedua belah pihak. Sehingga akibatnya korban tidak menerima kompensasi atau keuntungan dari perikatan perjanjian yang telah dilakukan," ucap Panca.


Dan, unsur penggelapan dalam perikatan atau perjanjian yang dilakukan, dimana pelaku memiliki niat awal untuk menguasai atau memiliki suatu barang tanpa memiliki niat untuk mengembalikan.


"Jadi unsur penipuan dan penggelapan merupakan suatu rangkaian perbuatan yang diawali niat jahat dan bujuk rayu serta iming-iming dilakukan seseorang dengan maksud memperkaya atau menguasai," serunya.


Menjawab pertanyaan majelis hakim terkait adanya pengembalian dana yang dibayarkan dengan menggunakan bilyet giro,  Panca secara tegas menyatakan apabila pembayaran dengan bilyet giro namun pada saat jatuh tempo ternyata tidak terealisasi, hal itu disebut perbuatan wanprestasi.


Akan tetapi, apabila giro dimaksud telah berkali-kali diupayakan untuk dicairkan namun ditolak oleh pihak Bank karena saldo tidak mencukupi, maka unsur penipuan sudah terpenuhi.


"Perjanjian pengembalian dana dengan limit waktu namun tidak dapat terpenuhi dan telah dicoba berkali-kali tapi tetap juga bermasalah, maka unsur penipuan sudah terbukti," ungkapnya.


Diakhir keteranganya, Panca menyatakan bahwa dalam perkara dimaksud dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan adanya unsur bujuk rayu dan iming-iming pemberian keuntungan masuk dalam kategori penipuan.


Ditambah lagi, janji pengembalian modal usaha dengan cara pembayaran bilyet giro namun tidak terealisasi menambah kuat penipuan dan penggelapan yang dilakukan pelaku.


Sementara, saksi Ahmad dari Bank Panin yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Fransiska.Panggabean mengakui adanya kliring yang dilakukan sebanyak 18 giro.Namun, pihaknya tidak dapat merealisasikan dikarenakan saldo atas nama terdakwa Tanuwijaya tidak ada.


"Saldo tidak ada di rekening atas nama Tanuwijaya, sehingga kita (bank) tidak dapat mencairkan," tegasnya.


Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa.


Dalam dakwaan JPU, bahwa perkara dugaan penipuan dan penggelapan diawali dengan adanya.bujuk rayu dan iming-iming yang dilakukan kedua terdakwa sehingga korban Rudy menanamkan modal usaha mebel senilai Rp3,6 miliar. 


Namun seiring perjalanan waktu kedua terdakwa tidak memberikan kompensasi keuntungan sebesar 30 persen sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan.Akibat perbuatan itu, korban melaporkan perbuatan kedua terdakwa ke Polda Sumut.


Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 378 KUHPidana  jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Subs Pasal 372 KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (MC/DAF)

Share:
Komentar

Berita Terkini