Suami Terdakwa Akui Istrinya Unggah Postingan yang Mencemarkan Nama Baik Korban

REDAKSI
Kamis, 25 Maret 2021 - 18:17
kali dibaca
Ket Foto : Saksi Jeendry yang merupakan suami terdakwa saat memberikan keterangan di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri Medan.


Mediaapakabar.com - Sidang lanjutan perkara pencemaran nama baik melalui Sosial Media (Medsos), dengan terdakwa Marianty (41) berlangsung menegangkan di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Dalam sidang lanjutan beragendakan keterangan saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Meily Nova menghadirkan saksi Jeendry, yang merupakan suami terdakwa.

Pada proses persidangan tersebut hakim anggota Mery Donna Tiur mempertanyakan, apakah saksi Jeendry yang merupakan suami terdakwa tidak memiliki beban moral terhadap dua perempuan yang tengah berseteru karena dirinya.

"Punya gak sih beban moral? penyebab semua masalah ini kamu, apa sih tanggungjawab moralmu?," tanya hakim.

Hakim mengatakan, seharusnya sebelum perkara ini masuk ke pengadilan, Jeendry sebagai suami terdakwa, harusnya bisa mendamaikan terdakwa dengan saksi korban. 

"Kalau bukan karena perbuatanmu, tidak mungkin istrimu melakukan perbuatan begini, tidak mungkin juga korban sampai melaporkan begini. Lalu kamu sebagai lelaki seenaknya saja begitu, apa sih tanggung jawab moralmu sebagai lelaki yang menipu dua perempuan sekaligus, kamu tipu si korban kamu tipu lagi istrimu. Jadi kalau ada Tipusani (tipu sana sini) kau lah makhluknya," cetus hakim Mery Donna, Rabu (24/03/2021) sore.

Mendengar hal tersebut, Jeendry yang hanya tertunduk malu dengan mata yang berkaca-kaca. Sebelumnya, hakim ketua Denny Lumbantobing mencecar saksi dengan sejumlah pertanyaan, terkait hubungannya dengan saksi korban. Namun dari sekian pertanyaan hakim saksi lebih banyak menjawab tidak ingat.

Meski demikian, dalam sidang itu, saksi Jeendry bersikeras mengatakan kalau ia tidak ada hubungan spesial dengan saksi korban. "Hubungan hanya sebatas rekan bisnis, tidak ada (hubungan asmara). Bisnisnya penjualan bahan material," katanya.

Selanjutnya, hakim mempertanyakan apakah Jeendry tidak pernah berupaya mendamaikan atau meminta istrinya untuk menghapus postingan tersebut.
Menjawab hal itu, Jeendry mengatakan sudah pernah menyuruh istrinya menghapus, namun Marianty menolak.

"Saya melihat (postingan) sekilas, teman bernama Michael memberitahu via telepon kepada saya. Ada tulisan berisi kata- kata tersebut di facebook. Setelah melihat, saya minta teman saya agar memberitahu Marianty untuk menghapusnya. Setelah saya unfollow, saya tidak mengikuti lagi. Marianty tidak mau menghapusnya," ucapnya.

Selanjutnya hakim pun mempertanyakan bukti penerbangan Jeendry dengan korban ke Labuhan Bajo. Lagi-lagi saksi menegaskan, kalau ia tidak ada hubungan khusus dengan saksi korban, dan penerbangan itu adalah urusan bisnis.

"Itu dalam rangka perjalanan bisnis Yang Mulia," katanya. Selanjutnya majelis hakim pun menunda persidangan pekan depan dengan agenda keterangan saksi ahli.

Berdasarkan amatan wartawan selama proses persidangan, mirisnya terdakwa Maryanti yang notabene hadir sebagai pesakitan justru tak menghargai proses sidang dengan leluasa mengoperasikan ponsel pintarnya. Terdakwa Maryanti seolah merasa tak bersalah mengabadikan gambar saksi ketika majelis meminta pengacara saksi memperlihatkan foto bukti postingan.

Beruntung tingkah nyeleneh terdakwa itu luput dari pengamatan majelis hakim yang saat itu sibuk mengamati foto bukti postingan yang ditunjukkan pengacara saksi. Meski tak sempat ditegur majelis hakim, aksi terdakwa yang leluasa mengoperasikan ponsel tersebut sempat menjadi perhatian sejumlah wartawan yang sedang meliput persidangan.

Mengutip dakwaan JPU Dwi Meily Nova mengatakan kasus bermula pada Selasa 10 Maret 2020 lalu, terdakwa mengirimkan foto dengan kalimat yang bermuatan penghinaan terhadap korban dengan menuding sebagai pelakor melalui akun medsos miliknya di Insta Story Instagram dan Cerita Facebook.

Akibat perbuatan terdakwa melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU RI No.19 tahun 2016 perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE Subs Pasal 45 ayat (3) UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Share:
Komentar

Berita Terkini