Ini Alasan Sri Mulyani Atur Pajak Transaksi Digital RI

REDAKSI
Selasa, 16 Maret 2021 - 12:05
kali dibaca
Ket Foto : Menkeu Sri Mulyani menilai aturan pajak transaksi digital perlu diatur untuk menghindari potensi kerugian atas pendapatan pemerintah.

Mediaapakabar.comMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap alasan perlunya regulasi perpajakan atas transaksi digital di Indonesia. Salah satunya untuk menghindari potensi kerugian atas pendapatan pemerintah.

Oleh karena itu lah pemerintah menetapkan kebijakan bea masuk atas yang diimpor lewat transaksi digital. "Pengenaan bea masuk barang digital yang disimpan melalui transmisi elektronik sebenarnya untuk menghindari potensi kerugian bagi pendapatan pemerintah," ucapnya dalam webinar Digital Transformation in Custom seperti dilansir dari CNNIndonesia.com, Selasa (16/3/2021).


Di luar itu, regulasi perpajakan atas transaksi digital juga penting untuk menjamin keseimbangan level of playing field antara pedagang konvensional dan digital.


Sri Mulyani mengatakan ia kerap mendapat banyak mendapat keluhan dari para pedagang konvensional yang menganggap ada perlakuan pajak yang tak setara antara mereka dengan para pedagang di platform e-commerce.


"Mereka memiliki persepsi bahwa produk digital dan proses bisnis digital tidak dikenakan pajak sebagaimana mestinya, tidak seperti keberadaan mereka sendiri yang secara fisik dapat diidentifikasi. Jadi bagi kami sebagai pembuat kebijakan, tantangan yang perlu ditangani agar kami dapat menciptakan level of playing field yang adil bagi semua pemain," tuturnya.


Tujuannya, untuk memetakan skala perdagangan dari transaksi digital di Indonesia. Hal ini penting untuk memudahkan pemerintah dalam menyusun kebijakan terkait pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).


"Selama ini statistik transaksi komoditas belum terekam secara proper," imbuh bendahara negara.


Kemudian, regulasi terkait pengawasan atas transaksi digital juga penting untuk mengurangi risiko lain atas transaksi digital mulai dari penghindaran pajak hingga pencucian uang.


"Hal semacam ini juga akan memfasilitasi penghindaran pajak, pelanggaran hak cipta, dan dapat digunakan untuk kejahatan transnasional seperti pencucian uang," jelasnya


Ada pula risiko lain seperti jual beli barang yang berpotensi mengancam keselamatan publik.


"Misalnya teknologi printing 3d, yang belakangan ini semakin populer dan terjangkau oleh masyarakat juga memungkinkan penggunanya untuk memproduksi barang-barang yang berpotensi berbahaya bagi keselamatan publik contohnya senjata api, senjata explosive dengan cetak biru yang ditransmisikan secara digital," tandasnya. (CNNI/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini