Harga Mobil Bakal Turun Gegara PPnBM Dihapus, Ini Kisaran Besarannya

REDAKSI
Sabtu, 13 Februari 2021 - 12:27
kali dibaca
Ket Foto : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Investor.id)

Mediaapakabar.com
Kabar gembira bagi industri otomotif di dalam negeri. Juga bagi masyarakat yang sedang mengidam-idamkan mobil baru. 

Pasalnya, pemerintah bakal memangkas pajak penjualan barang mewah (PPnBM)  kendaraan bermotor hingga 100 persen. Peniadaan PPnBM bakal mengerek turun harga mobil baru. 


Penghapusan PPnBM mobil dilakukan  bertahap selama sembilan bulan. Masing-masing tahap berlangsung tiga bulan. Rinciannya, pemangkasan PPnBM 100 persen (menjadi 0 persen) pada Maret-Mei, PPnBM 50 persen pada Juni-Agustus, dan PPnBM 25 persen pada September-November 2021. 


"Kebijakan ini dapat meningkatkan produksi hingga mencapai 81.752 unit," kata Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi dilansir dari Investor.id, Sabtu 13 Februari 2021.


Kebijakan PPnBM 0 persen untuk mobil baru, menurut Airlangga, berlaku bagi kendaraan 1.500 CC ke bawah dan memiliki kandungan lokal sampai 70 persen. 


"Kebijakan ini merupakan stimulus yang diberikan pemerintah guna memulihkan sektor otomotif yang terpukul akibat pandemi," ujar dia. 


Saat ini, mobil-mobil bermesin di bawah 1.500 CC sampai 2.500 CC dikenai PPnBM sebesar 10-40 persen. Jika skenario pemerintah berjalan sesuai harapan, berarti mobil berkapasitas 1.500 CC yang saat ini dibanderol Rp 200 juta, bisa mendapat kortingan harga Rp 20 juta setelah PPnBM-nya dihapus. 


Menko Perekonomian menambahkan, insentif tersebut bakal dievaluasi setiap tiga bulan. Instrumen kebijakannya akan menggunakan PPnBM DTP (PPnBM ditanggung pemerintah) melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK). 


"Targetnya berlaku mulai 1 Maret 2021," tutur Airlangga. 


Dia menegaskan, lewat insentif bagi kendaraan bermotor tersebut, konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah atas diharapkan terdongkrak. "Kebijakan itu juga bakal meningkatkan utilisasi industri otomotif dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucap dia.


Kebijakan OJK, Airlangga mengungkapkan, insentif PPnBM perlu didukung revisi kebijakan OJK untuk mendorong kredit pembelian kendaraan bermotor, yaitu melalui pengaturan mengenai uang muka (DP) 0 persen dan penurunan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit untuk kendaraan bermotor. 


Dengan skenario relaksasi PPnBM dilakukan bertahap, berdasarkan hitung-hitungan pemerintah, produksi mobil bakal meningkat hingga mencapai 81.752 unit. 


Tambahan output industri otomotif itu diperkirakan menyumbang pemasukan negara sebesar Rp 1,4 triliun. 


“Kebijakan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp 1,62 triliun,” kata mantan menteri perindustrian (menperin) ini. 


Airlangga menjelaskan, pulihnya produksi dan penjualan otomotif akan berdampak luas terhadap sektor industri lainnya. Itu karena dalam menjalankan bisnisnya, industri otomotif memiliki keterkaitan dengan banyak industri lainnya (industri pendukung).


"Industri bahan baku saja berkontribusi sekitar 59 persen dalam industri otomotif," tandas dia. 


Menurut Menko Perekonomian, dalam melaksanakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada masa pandemi Covid, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi. 


Salah satunya dengan cara memacu industri manufaktur yang kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 19,88 persen. 


Dia mengakui, industri otomotif merupakan salah satu sektor manufaktur yang terkena dampak pandemi Covid-19 paling berat. 


“Industri pendukung otomotif sendiri menyumbang lebih dari 1,5 juta orang dengan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 700 triliun," ujar Airlangga. 


Kecuali itu, kata dia, industri otomotif merupakan industri padat karya. Kini, lebih dari 1,5 juta orang bekerja di industri otomotif yang mencakup lima sektor, yaitu pelaku industri tier II dan tier III (terdiri atas 1.000 perusahaan dengan 210 ribu pekerja), pelaku industri tier I (terdiri atas 550 perusahaan dengan 220 ribu pekerja), perakitan (22 perusahaan dan dengan 75 ribu pekerja), dealer dan bengkel resmi (14 ribu perusahaan dengan 400 ribu pekerja), serta dealer dan bengkel tidak resmi (42 ribu perusahaan dengan 595 ribu pekerja).


Mobil Listrik Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya mengusulkan relaksasi PPnBM kendaraan bermotor dengan alasan industri otomotif merupakan salah satu sektor manufaktur yang terkena dampak pandemi paling berat. 


Selain itu, untuk menggairahkan kembali industri otomotif dan meningkatkan investasi, Kemenperin mengusulkan penyesuaian terhadap tarif PPnBM dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.


Airlangga menjelaskan, kedua usulan tersebut telah disetujui. Alhasil, untuk menyelaraskan insentif PPnBM, pemerintah juga akan merevisi PP 73/2019 sebagai salah satu upaya menurunkan emisi gas buang kendaraan bermotor. 


Langkah ini akan mengakselerasi pengurangan emisi karbon yang diperkirakan mencapai 4,6 juta ton CO2 pada 2035. 


“Perubahan PP ini diharapkan dapat menaikkan pendapatan pemerintah, menurunkan emisi gas buang, dan mendorong pertumbuhan industri kendaraan bermotor nasional,” papar dia.


Usulan perubahan PP 73/2019, kata Menko Perekonomian, bakal memberikan dampak positif. Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) menjadi satu satunya yang mendapatkan preferensi maksimal PPnBM 0 persen. 


Selain itu, usul tarif PPnBM untuk kendaraan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) sebesar 5 persen sejalan dengan prinsip bahwa semakin tinggi emisi CO2 maka semakin tinggi pula PPnBM-nya. (MC/REP)

Share:
Komentar

Berita Terkini