Edhy Prabowo Siap Dihukum Mati, KPK: Biar Majelis Hakim yang Memutuskan

REDAKSI
Rabu, 24 Februari 2021 - 09:31
kali dibaca
Ket Foto : Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan,  di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/1/2021). (Kompas.com)



Mediaapakabar.com
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menanggapi pernyataan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) yang menyatakan siap dihukum mati jika terbukti bersalah.

Adapun pernyataan Edhy tersebut terkait kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) yang menjeratnya pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).


"Terkait hukuman tentu majelis hakim lah yang akan memutuskan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, dikutip dari Antara, Rabu (24/2/2021).


Ali mengatakan, saat ini penyidikan terhadap tersangka Edhy dan kawan-kawan masih berjalan.


Ia juga menegaskan, KPK telah memiliki bukti-bukti yang kuat atas dugaan perbuatan Edhy dan kawan-kawan dalam kasus tersebut.


"Setelah berkas lengkap tentu JPU (jaksa penuntut umum) KPK akan segera melimpahkan berkas perkara untuk diadili,” kata Edhy.


“Fakta hasil penyidikan akan dituangkan dalam surat dakwaan yang akan dibuktikan oleh JPU KPK," ucap dia.


Sebelumnya, Edhy Prabowo mengatakan siap bertanggung jawab, termasuk dihukum mati jika terbukti bersalah.


"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab.” Kata Edhy Senin (22/2/2021).


“Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap yang penting demi masyarakat saya,” ucap dia.


Baca juga: Periksa Saksi, KPK Dalami Pembelian Rumah Staf Edhy Prabowo yang Diduga Berasal dari Uang Suap


Edhy mengatakan siap bertanggung jawab dan tidak akan lari dari kesalahannya.


Ia mengklaim setiap kebijakan yang diambilnya, termasuk soal perizinan ekspor benur, semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat.


“Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan," kata Edhy.


"Intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat akhirnya saya dipenjara, itu sudah risiko bagi saya," ucap dia.


Sebagai bukti kebijakannya adalah untuk kepentingan rakyat, Edhy mencontohkan soal kebijakan yang dikeluarkannya terkait perizinan kapal.


Edhy menyebutkan, sebelum kebijakan soal izin kapal ia keluarkan, izin kapal bisa memerlukan waktu hingga 14 hari.


"Anda lihat izin kapal yang saya keluarkan, ada 4.000 izin dalam waktu satu tahun saya menjabat,” kata Edhy.


“Bandingkan yang sebelum yang tadinya izin sampai 14 hari saya bikin hanya satu jam, banyak izin-izin lain," ucap dia.


Adapun dalam kasus ini KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut.


Sebagai penerima suap yaitu Edhy, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri, dan Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi.


Lalu, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi, dan Ainul Faqih selaku staf istri Edhy.


Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Ant/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini