Akibat Krisis Politik, PM Armenia Takut Dikudeta

REDAKSI
Jumat, 26 Februari 2021 - 02:52
kali dibaca
Ket Foto : Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan. (AFP)

Mediaapakabar.com
Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan (45), khawatir akan ancaman kudeta setelah berseteru dengan angkatan bersenjata terkait krisis politik di negara itu.

Dilansir Reuters seperti dikutip dari halaman CNNIndonesia.com, Jumat (26/4/2021), Angkatan Bersenjata Armenia melontarkan kritik terhadap pemerintahan Pashinyan yang dinilai sebagai sinyal ancaman kudeta.


"Pemerintah saat ini tidak efektif dan melakukan kesalahan berat di bidang luar negeri dan membuat negara ini terancam ambruk," demikian isi pernyataan militer Armenia.


Di dalam pernyataan itu memang tidak dijelaskan secara rinci apakah militer menganjurkan Pashinyan turun atau sebagai peringatan bakal melakukan kudeta jika keadaan tidak membaik.


Pashinyan lantas menanggapi pernyataan militer Armenia dengan menyiarkan pidato kepada para pendukungnya melalui Facebook.


"Yang terpenting saat ini adalah tetap mempertahankan kekuasaan di tangan rakyat, karena saya menduga ada upaya untuk melakukan kudeta," kata Pashinyan dalam pidato itu.


Di dalam pidato itu Pashinyan mengatakan dia memecat panglima militer Armenia sebagai akibat dari pernyataan itu. Dia mengatakan akan segera mengangkat panglima baru dan krisis politik di negara itu akan diselesaikan secara konstitusional.


Presiden Nagorno-Karabakh, Arayik Harutyunyan, mengatakan siap menjadi penengah konflik antara Pashinyan dan militer.


"Kita sudah cukup berkorban nyawa. Saat ini waktunya melalui krisis dan melangkah maju. Saya ada di Yerevan dan siap menjadi penengah krisis politik ini," kata Harutyunyan.


Pemerintahan Pashinyan terus digoyang setelah menyatakan meneken kesepakatan gencatan senjata dengan Azerbaijan terkait peperangan di Nagorno-Karabakh selama enam pekan pada 2020 lalu.


Di mata militer serta pasukan yang bertempur di Nagorno-Karabakh, keputusan Pashinyan dinilai sebagai kekalahan karena mereka harus menyerahkan sejumlah kawasan di Nagorno-Karabakh.


Dia didemo oleh penduduk yang menolak keputusannya menyetujui gencatan senjata sejak November tahun lalu yang memicu krisis politik.


Kelompok oposisi juga terus mendesaknya turun dari jabatannya karena kecewa dengan keputusan itu. Krisis politik di Armenia juga membuat Rusia sebagai salah satu sekutu waspada.


Sebab, Rusia mempunyai pangkalan militer di negara itu.


Saat ini kawasan Nagorno-Karabakh diawasi oleh pasukan penjaga perdamaian Rusia dengan mandat tugas selama lima tahun. Turki sebagai sekutu Azerbaijan juga mengawasi pelaksanaan gencatan senjata itu. (CNNI/MC)

Share:
Komentar

Berita Terkini