Begini Penjelasan Dewan Pers Terkait Polisi Minta Klarifikasi Media Pemuat 'Hoax

armen
Minggu, 03 Januari 2021 - 17:54
kali dibaca



Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya. (Ari Saputra/detikcom)

Mediaapakabar.com-
Polda Kalimantan Tengah. (Kalteng) akan meminta klarifikasi terhadap media pemuat berita berjudul, 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI. Polisi menilai berita itu hoax. Terkait hal tersebut Dewan Pers beri penjelasan soal mekanisme yang bisa ditempuh.

"Untuk menguji bohong atau tidak (berita itu), harus diklarifikasi. Maka yang bersangkutan harus meminta hak jawab kepada medianya," ujar Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya saat dihubungi detikcom, Sabtu (2/1/2021)

Agung menjelaskan, jika memang ada pihak yang merasa dirugikan dengan beritanya, dia berhak menyampaikan hak jawab. Selanjutnya media akan menjawab, menambahkan jawaban pihak yang dirugikan di berita yang sudah diunggah tersebut.

Kalau medianya tidak menanggapi, nah yang bersangkutan ini akan mengadukan media tersebut ke Dewan Pers. Nanti, Dewan Pers akan memproses," jelasnya.

"Tolong diingat, jadi sepanjang persoalannya itu berawal dari produk jurnalistik, sepanjang media itu berbadan hukum, lupakanlah itu terdaftar atau belum terdaftar di Dewan Pers, maka penanganannya harus melalui Dewan Pers. Hal itu dikuatkan juga dengan MOU antara Kapolri dengan dewan pers," terang Agung.Persoalan ini terkait produk jurnalistik. Media berbadan hukum, baik yang terdaftar di Dewan Pers maupun yang tidak terdaftar di Dewan Pers, tidak bisa langsung diproses pidana atau perdata. Penanganan media pers berbadan hukum harus lewat Dewan Pers.

Dewan Pers dapat memproses aduan terhadap suatu media massa (pers) dan menganalisis. Apabila terbukti ada pelanggaran, maka sanksi akan diberikan, berupa hak jawab dan koreksi berita.

"Jika media melakukan kesalahan, saya jamin ada tindakan terkait dengan pelanggaran yang dilakukan. Tapi kalau media membuat hoax, itu namanya bukan media. Saya pastikan, pasti itu media sosial," kata Agung yang menyebut media sosial bisa 'hit and run' dengan mudah, tapi media pers tidak bersifat demikian.

Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 5, menyebutkan pers wajib melayani hak jawab. Pasal 18 menjelaskan apabila perusahaan pers melanggar kewajiban melayani hak jawab dan hak koreksi itu, maka bisa dipidana Rp 500 juta.


Sumber: detik.com





Share:
Komentar

Berita Terkini