Sidang Kasus Red Notice Joko Tjandra, Irjen Napoleon Didakwa Terima Duit Rp 6,1 M

armen
Rabu, 04 November 2020 - 09:10
kali dibaca



Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, saat menjalani sidang pembacaan dakwaan kasus yang melilitnya, di PN Tipikor Jakarta, Senin (2/11) (Muhammad Ridwan/JawaPos.com)


Mediaapakabar.com-
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Uang tersebut diterima Napoleon melalui perantara Tommy Sumardi.

“Terdakwa lrjen Pol Napoleon Bonaparte menenima uang sejumah SGD 200.000 dan sejumlah USD 270.000.00 dari Joko Soegiarto Tjandra melalui Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Wartono, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/11).

Perbuatan Napoleon dilakukan bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Dalam surat dakwaan, Brigjen Prasetijo juga turut menerima aliran uang senilai USD 150 ribu dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Uang suap tersebut dilakukan dengan maksud agar Napoleon dan Prasetijo Utomo menghapus nama Djoko Tjandra dari Datar Pencanan Orang (DPO) yang dicatatkan pada Direktorat Jenderal Imigrasi. Sehingga Napoleon memerintahkan pihak Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM).

“13 Mei 2020 pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian
(SIMKIM),” ujar Jaksa.

Perbuatannya itu dinilai bertentangan dengan tanggung jawabnya sebagai anggota Polri. Seharusnya sebagai anggota Korps Bhayangkara, Napoleon bisa meringkus Djoko Tjandra yang merupakan buronan Kejaksaan Agung.

Jaksa menyebut, pada April 2020, Joko Soegiarto Tjandra yang berada di Kuala Lumpur Malaysia menghubungi Tommy Sumardi melalui sambungan telepon, menyampaikan maksud agar dapat masuk ke wilayah Indonesia untuk mengurus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas kasus korupsi Bank Bali.

Joko Soegiarto Tjandra meminta agar Tommy Sumardi menanyakan status Interpol Red Notice Joko Soegiarto Tjandra di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri, karena sebelumnya Joko Soegiarto Tjandra mendapat informasi bahwa Interpol Red Notice atas nama dirinya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Prancis.

“Agar Joko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka Joko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang sebesar Rp 10 miliar rupiah melalui Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Joko Soegiarto Tjandra masuk ke Indonesia, terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri,” ungkap Jaksa.

Setelah menerima uang dari Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte, memerintahkan Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat ditujukan kepada pihak Imigrasi sebagaimana Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor B/1000/V/2020/NCB-Div HI tanggal 29 April 2020, perihal Penyampaian Informasi Pembaharuan Data, yang ditandatangani oleh Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

“Isi surat tersebut pada pokoknya menginformasikan bahwa Sekretariat ND Interpol indonesia pada Divhubinter Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database Daftar Pencarian Orang (DPO) yang terdaftar dalam INTERPOL Red Notice melalui jaringan 1-24/7, dan berkaitan dengan hal dimaksud dinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi,” cetus Jaksa.

Irjen Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Napoleon juga didakwa melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber : jawapos.com

Share:
Komentar

Berita Terkini