Pertama, bagi masyarakat yang dalam keadaan mendesak harus melakukan kegiatan di luar rumah selama periode libur panjang tersebut, harus mematuhi protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan serta hindari kerumunan
“Keputusan untuk keluar rumah harus dipikirkan secara matang dan mempertimbangkan semua risiko yang ada,” ujar Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito beberapa waktu lalu.
Kedua, Satgas Penanganan
COVID-19 mendorong agar masyarakat yang menerima kunjungan dari keluarga dan
sanak saudaranya saat libur panjang ini, untuk tetap menjalankan protokol
kesehatan 3M selama menerima tamu. “Meskipun tamu merupakan bagian dari
keluarga tetap terapkan protokol kesehatan yang ketat. Karena kita tidak tahu
dengan siapa sebelumnya keluarga kita tadi berinteraksi,” lanjut Wiku.
Ketiga, Satgas mendorong
agar perusahaan atau perkantoran mengambil langkah antisipatif bagi karyawannya
yang bepergian keluar kota pada masa libur panjang ini. Perusahaan didorong
mewajibkan karyawannya yang keluar kota untuk melapor agar dapat didata,
terutama yang memutuskan untuk bepergian ke wilayah zona oranye dan atau merah.
“Perusahaan dan kantor (agar) mewajibkan karyawannya untuk melakukan isolasi
mandiri jika ada yang merasakan gejala COVID-19 setelah libur panjang,” ujar
Wiku.
Keempat, semua pihak
termasuk pemerintah daerah dan masyarakat harus meningkatkan sinerginya untuk menjalankan
protokol kesehatan secara disiplin untuk mengantisipasi penularan pada masa
libur panjang ini.
Antisipasi
Potensi Kerumunan
Diungkapkan Wiku, ada
beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan pada tempat-tempat yang
berpotensi menimbulkan kerumunan.
Pertama, antisipasi kemunculan kerumunan
sosial, politik, budaya, dan keagamaan. “Pemda disarankan meniadakan car
free day dan menutup sarana olahraga massal, yaitu stadion, pusat kebugaran dan
kolam renang. Lebih baik berolahraga di lingkungan rumah,” ujarnya.
Kedua, upaya antisipasi
kemunculan kerumunan karena kegiatan ekonomi. Kementerian dan lembaga yang
berwenang harus menjamin protokol kesehatan yang ketat sejak penumpang tiba di
terminal, pelabuhan atau bandara, ketika sedang berada dalam moda transportasi
serta ketika turun dari armada transportasi.
“Pengelola gedung
swalayan, mal, dan pasar tradisional harus sosialisasi dan pengawasan kepada
seluruh pedagang dan penyewa kios untuk menerapkan protokol kesehatan saat
bertransaksi dengan masyarakat,” lanjut Wiku.
Khusus antisipasi kerumunan di luar gedung
pasar, diperlukan kerja sama dengan pengelola pasar informal bekerjasama dengan
organisasi masyarakat dan RT/RW. Khusus lokasi wisata pemantauan penerapan
protokol kesehatan, harus dilakukan dinas pariwisata dan ekonomi kreatif di
daerah dengan memperhatikan aturan operasional wisata di masa pandemi.
Ketiga, upaya antisipasi
kemunculan kerumunan keluarga dan kekerabatan. Dalam berkendara yang aman tetap
terapkan protokol kesehatan yang ketat. Menunda acara keluarga yang tidak
terlalu penting, membatasi arus keluar masuk keluarga baik ke sekolah asrama
maupun lapas dan efektifkan akses daring.
Keempat, antisipasi
kerumunan akibat bencana. Usahakan tidak memanfaatkan tenda untuk lokasi
pengungsian dan memanfaatkan fasilitas penginapan dan rumah penduduk yang
tersedia untuk mencegah kerumunan.
Terakhir, Wiku juga
mengajak masyarakat untuk belajar dari sejumlah penelitian terkait COVID-19.
Berbagai penelitian menunjukkan pengurangan mobilitas, peningkatan masyarakat
yang berdiam di rumah, pengurangan kunjungan masyarakat ke retail (pusat
perbelanjaan) maupun tempat rekreasi, serta pengurangan ke tempat kerja atau
work from office dapat mengurangi kasus COVID-19.(dn)