![]() |
"Penghargaan atas kerja keras
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tobasa yang pada akhir memutus
tuntutan 12 tahun pidana penjara kepada Kepala Desa Sitoluama si pelaku
kejahatan seksual terhadap anak dinilai merupakan komitmen Kejari
Tobasa untuk menjalankan atau mengeksekusi ketentuan hukum yang diatur
dalam UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tentang penerapan PERPU No. 01 Tahun
2016 tentang perunahan kedua ata UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dan UU RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA)
setiap menangani perkara pelanggaran hak anak khususnya kasus atau perkara
kejahatan seksual di wilayah hukum Tobasa", demikian disampaikan
Arist Merdeka melalui Siaran Persnya di Kantornya dibilangan Jakarta Timur,
Selasa (08/09)
Lebih jauh Arist dalam siaran persnya
menyebutkan, pada perkara-perkara anak yang berhadapan hukum meminta Kejari
Tobasa bekerja profesional, cepat dan tepat dan berkeadilan bagi korban, serta
meningkatkan hubungan penegakan hukum dengan penyidik Polri. Tidak
menunda-nunda penuntutan dan meminta Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk
selalu cepat dan tepat untuk memberikan rekomendasi dan menetapkan Jaksa Anak
dalam perkara anak.
Menurut informasi yang dikumpulkan
Tim Advokasi dan Litigasi Komnas Anak wilayah Tobasa, masih ada 10 kasus
pelanggaran terhadap anak yang sedang parkir di Kejaksaan Negeri Tobasa untuk
disidangkan di PN Tobasa.
"Harapan saya, Kejari
Tobasa harus bekerja profesional, cepat dan pelat sesuai dengan tugas pokoknya
dan Fungsinya (Tupoksi) sebagai pengacara negara atau korban, demikian
disampaikan Parlin Sianipar selaku kordinator Tim Advokasi sekaligus sebagai
tokoh masyarakat peduli anak.
"Jangan ada main mata terhadap
segala bentuk perkara kejahatan terhadap Anak". "Tidak ada kata
kompromi apalagi kata DAMAI karena pelanggaran hak anak merupakan
kejahatan terhadap kemanusian dan kejahatan pidana luar biasa (
extraordinary crime)", tambah Parlin Sianipar.(rel)