Meski Digerebek Berkali-kali, Bisnis Klinik Aborsi Ilegal di Raden Saleh Cikini Tak Mati

armen
Kamis, 20 Agustus 2020 - 17:43
kali dibaca
ilustrasi aborsi(THINKSTOCK)

Mediaapakabar.com-Keberadaan bisnis klinik aborsi tak berstandar medis telah lama beroperasi secara tersembunyi di DKI Jakarta. Bisnis layanan 'bawah tanah' ini kerap timbul tenggelam meski polisi telah berulang kali melakukan penggerebekan. Polisi pernah mengungkap keberadaan klinik aborsi ilegal di kawasan Paseban, Jakarta Pusat, pada 11 Februari 2020 lalu.

Setidaknya, ada 17 tersangka yang ditangkap. Tiga di antaranya dokter, dua perawat dan satu bidan. Mereka berinisial dr.SS (57), dr.SWS (84), dr.TWP (59), EM (68), AK (27), SMK (32), W (44), J (52), M (42), S (57), WL (46), AR (44), MK (44), WS (49), CCS (22), HR (23), dan LH (46). 

Beberapa tahun sebelumnya, polisi juga sudah sering mengungkap keberadaan klinik aborsi di kawasan Cikini ini. Berawal kasus pembunuhan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan, pengungkapan klinik aborsi yang terbaru ini merupakan pengembangkan kasus pembunuhan pengusaha roti asal Taiwan Hsu Ming-Hu (52) oleh sekretarisnya SS (37). 

Aksi pembunuhan itu terjadi di rumah korban di Cluster Carribean, Kota Deltamas Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 24 Juli lalu. 

Pembunuhan dilatarbelakangi asmara. SS yang hamil kemudian mengaborsi anak yang dikandung dengan meminta biaya kepada korban. "Saat itu SS kehamilan digugurkan dengan minta uang oleh si korban sendiri pada saat itu. Dari situ kita kembangkan," ujar Yusri dalam rilis yang disiarkan secara daring , Selasa (18/8/2020). 

Saat itu, polisi melakukan penggerebekan aborsi di kawasan Raden Saleh. Polisi pun mengamankan 17 pelaku yang membantu praktik aborsi itu. "Tanggal 3 Agustus berhasil mengamankan 17 pelaku di salah satu klinik yang ada di kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat," ucapnya. 

Muncul setelah digerebek Yusri mengakui kalau keberadaan praktik klinik aborsi ilegal dapat ditemukan di sana. Praktik aborsi ilegal itu selalu kembali muncul meski telah digerebek polisi.

 "Inilah akal-akalan yang dilakukan pelaku, biasanya setelah penggerebekan dia akan tiarap dulu. Nanti lihat situasi kalau mulai tenang, nanti baru mulai muncul lagi. Ini yang terjadi," kata Yusri. 
Bahkan, kata Yusri, tidak sedikit masyarakat di sekitar lokasi itu banyak yang mengetahui praktik klinik aborsi. "Ini memang daerah situ hampir rata-rata masyarakat sudah banyak yang tahu," katanya. 

Setiap keberadaan praktik aborsi menggunakan kamuflase agar tak tampak seperti sebuah klinik. Salah satunya tidak menggunakan plang yang hanya menyerupai seperti rumah biasa. "Saat Februari 2020 bukan klinik. Tapi memang dokter A yang sudah diskors saat itu oleh IDI, tapi dia lakukan praktek dan tidak menggunakan plang praktek dan izin praktik," ungkapnya. 

Sementara Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menjekaskan, Praktik klinik aborsi yang baru saja terbongkar diketahui sudah beroperasi selama lima tahun. Namun, polisi hanya menemukan catatan jumlah pasien dalam satu tahun terakhir.

 "Dalam data satu tahun terakhir, mulai Januari 2019 sampai 10 April 2020 terdata ada 2.638 pasien aborsi," ujar Tubagus. 

Berdasarkan data pasien tersebut, polisi memperkirakan ada 5 sampai 7 orang yang melakukan aborsi di tempat itu per hari. "Ini dengan asumsi perkiraan ada 5 sampai 7 pasien yang melakukan aborsi. Ini dari alat bukti catatan yang ada di sana. Belum lagi kita runut ke belakang kalau asumsinya selama 5 tahun," ucapnya. 

Para pelaku dapat meraup untung Rp 70 juta per bulan. Keuntungan tersebut terus didapat selama para pelaku menjalani bisnis ilegal itu sekitar lima tahun.

"Setidaknya dalam satu bulan kurang lebih Rp 70 juta. Itu untuk pendapatan satu bulan bersih, artinya sudah pengeluaran lain," ujar Tubagus. 

Tubagus menjelaskan, biaya aborsi ditetapkan sesuai tingkat usia kandungan pasien. Mekanisme penetapan harga setelah pasien menjalani pemeriksaan awal hingga tahap ultrasonografi (USG). "Empat kriteria 6-7 minggu, 8-10 minggu, 10-12 minggu, dan 15-20 minggu. 

Biayanya tergantung tingkat kesulitan setelah dilakukan pemeriksaan awal, baik pemeriksaan medis maupun pemeriksaan dalam bentuk USG," ucapnya. 

Adapun pembagian hasil aborsi, sebesar 40 persen untuk tenaga medis, 40 persen untuk calo, dan 20 persen untuk pengelola. "Untuk pembagiannya sudah ditetapkan. Karena harganya melakukan eksekusi disesuaikan usia (kandungan). Ini masih kami lakukan lidik lanjut," katanya.


Sumber :Kompas.com
Share:
Komentar

Berita Terkini